ANALISIS STRUKTURAL PUISI “ADAKAH ENGKAU TETAP DISANA”


TUGAS
ANALISIS STRUKTURAL PUISI “ADAKAH ENGKAU TETAP DISANA”
KARYA KORRIE LAYUN RAMPAN









NAMA  : YOVI ERSARIADI
NIM/BP: 17355/2010
PRODI   : SASTRA INDONESIA



FAKULTAS BAHASA dan SENI (FBS)
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2011




KATA PENGANTAR
            Puji syukur penulis ucapkan atas segala rahmat dan hidayah Allah SWT, sehingga tugas telaah puisi  ini dapat diselesaikan dengan baik. Tugas ini membahas tentang analisis sturuktural puisi “Adakah Engkau Tetap Disana”  karya Korrie Layun Rampan dalam mata kuliah Telaah Puisi.
            Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing sekaligus dosen kami dimata kuliah Telaah Puisi yakni Bapak Zulfadhli, S.S, M.A. Kemudian, kepada seluruh yang terkait dalam penulisan makalah ini.
            Akhirnya, penulis menyadari bahwa sanya makalah ini masih terdapat banyak kesalahan, baik dalam penulisan maupun isi, untuk itu penulis sangat mengharapakan kritik dan saran dari pembaca. Penulis mengharapkan makalah ini dapat memberikan manfaat.
Padang, 09 Mei 2011


                 Penulis




 












Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang telah populer di masyarakat. Jenis karya sastra ini lahir sebagai hasil pemikiran seseorang yang didasarkan pada pengalaman baik yang dilihat maupun dialaminya secara langsung dan tidak langsung. Hasil pemikiran ini terwujud dalam untaian kata yang memiliki nilai estetis. Hal ini seperti dinyatakan Zulfahnur dalam Teori Sastra, bahwa puisi merupakan ekspresi pengalaman batin (jiwa) penyair mengenai kehidupan manusia, alam, dan Tuhan melalui media bahasa yang estetik.
ANALISIS STURUKTURAL PUISI “ADAKAH ENGKAU TETAP DISANA”
KARYA KORRIE LAYUN RAMPAN

Adakah Engkau Tetap di Sana

Oleh: Korrie Layun Rampan

Adakah engkau tetap di sana
Memandang awan raib dan pasir penuh bulan
Adakah engkau tetap di sana
Memandang teka-teki nasib ini
Memandang gelepar sayap kata-kata
Yang disusun menurut abjad dengan raji dan setia

Adakah engkau tetap di sana
Memandang kelabu kota dan bumi yang gempita
Memandang burung dan dentur ombak dari rahim telaga
Yang menderu tak kenal waktu mendepak bingkai pematang kita

Adakah engkau tetap di sana
Memandang dan memandang lagi
Memandang bayang-bayang yang dihalau kemarau

Memandang senjakala
Dan iringan sayap-sayap kelelawar
Yang memintas-mintas senja samar
   

Dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana” ini, secara struktural dipergunakan sarana-sarana kepuitisan untuk mendapatkan dan memperkuat efek secara bersama-sama, seperti yang di kemukakan oleh Altenbernd (1970:4-5) bahwa puisi mempergunakan sarana-sarana kepuitisan secara bersama-sama untuk mendapatkan jaringan efek sebanyak-banyaknya. Sarana-sarana kepuitisan dalam menganalisis puisi secara struktural itu adalah bunyi dalam puisi, diksi dan bahasa dalam puisi, gaya bahasa, citraan, satuan visual seperti tipografi, enjambement, penyimpangan bahasa.
Pendekatan Struktural yang dipergunakan, akan menghasilkan gambaran yang jelas terhadap bunyi dalam puisi, diksi dan bahasa dalam puisi, gaya bahasa, citraan, satuan visual seperti tipografi, enjambemen, penyimpangan bahasa dan ide yang digunakan pengarang dalam menulis puisinya.
A.    Bunyi Dalam Puisi
Bunyi dalam puisi mempunyai peranan yang sangat penting, karena bunyi dalam puisi adalah hal yang penting untuk menggambarkan suasana dalam puisi. Bunyi di samping hiasan dalam puisi, juga mempunyai tugas yang lebih penting lagi, yaitu sebagai media untuk menyampaikan pesan, memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas ; menimbulkan suasana yang khusus dan sebagainya.
Bunyi dibentuk oleh rima dan irama. Rima (persajakan) adalah bunyi-bunyi yang ditimbulkan oleh huruf atau kata-kata dalam larik dan bait atau persamaam bunyi dalam puisi. Sedangkan irama (ritme) adalah pergantian tinggi rendah, panjang pendek, dan keras lembut ucapan bunyi. Timbulnya irama disebabkan oleh perulangan bunyi secara berturut-turut dan bervariasi (misalnya karena adanya rima, perulangan kata, perulangan bait), tekanan-tekanan kata yang bergantian keras lemahnya (karena sifat-sifat konsonan dan vokal), atau panjang pendek kata.
Jenis-jenis bunyi dalam puisi, diantaranya bunyi asonansi, bunyi aliterasi, bunyi anafora, bunyi efifora, bunyi efoni, bunyi kakafoni, rima, dan bunyi anomatope. Dan bunyi-bunyi yang terdapat dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana”, karya Korrie Layun Rampan adalah:
a)      Bunyi Asonansi
Bunyi asonansi, yaitu bunyi dalam puisi dengan mengulang bunyi vokal (a,i,u,e,o) yang ditimbulkan dalam satu baris puisi. Dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana” ini,  contoh bunyi  asonansi terdapat dalam baris pertama dengan asonansi /a/,
Adakah engkau tetap di sana,
selain itu bunyi asonansi /a/ juga terdapat pada baris-baris kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya,
Memandang awan raib dan pasir penuh bulan
Adakah engkau tetap di sana
Memandang teka-teki nasib ini
Memandang gelepar sayap kata-kata.
b)      Bunyi Aliterasi
Bunyi aliterasi adalah bunyi dalam puisi dengan mengulang bunyi konsonan (kecuali a, i, u, e, o) yang ditimbulkan dalam satu baris puisi. Dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana” ini,  contoh bunyi  asonansi terdapat dalam baris kesepuluh dengan aliterasi /r/,
     Memandang burung dan dentur ombak dari rahim telaga,
bunyi aliterasi /k/, juga terdapat pada baris kesepuluh,
            Yang menderu tak kenal waktu mendepak bingkai pematang kita,
bunyi aliterasi /m/ juga terdapat pada baris kedua belas,
            Memandang dan memandang lagi,
dan bunyi aliterasi juga terdapat pada baris ketiga belas,
            Memandang bayang-bayang yang dihalau kemarau.
c)      Bunyi Anafora
Bunyi anafora adalah pengulangan bunyi dalam bentuk kata pada awal tiap-tiap baris. Dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana” ini,  contoh bunyi anafora terdapat dalam bait pertama baris keempat dan kelima,
Memandang teka-teki nasib ini
Memandang gelepar sayap kata-kata,
selain itu, bunyi asonansi juga terdapat pada bait kedua dan bait ketiga, menggunakan kata yang sama, yaitu memandang,
Memandang kelabu kota dan bumi yang gempita
Memandang burung dan dentur ombak dari rahim telaga
….
Memandang dan memandang lagi
Memandang bayang-bayang yang dihalau kemarau,
d)     Bunyi Efoni
Bunyi efoni dipakai untuk menghadirkan suasana keriangan, semangat, gerak, vitalitas hidup, kegembiraan, keberanian dan sebagainya. Secara visual ragam efoni didominasi dengan penggunaan bunyi-bunyi vokal. Efoni biasanya untuk menggambarkan perasaan cinta atau hal-hal yang menggambar kankesenangan lainnya.
            Contoh efoni antara lain: berupa kombinasi bunyi-bunyi vokal (asonansi) a, e, i, u, o dengan bunyi-bunyi konsonan bersuara (voiced) seperti b, d, g, j, bunyi liquida seperti r dan l, serta bunyi sengau seperti m, n, ny, dan ng. Dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana” ini,  contoh bunyi efoni  terdapat pada baris sembilan,
            Memandang burung dan dentur ombak dari rahim telaga
Dan bunyi efoni terdapat pada baris kedua belas,
            Memandang dan memandang lagi,
bunyi efoni juga terdapat pada baris ketiga belas,
            Memandang bayang-bayang yang dihalau kemarau.
e)      Bunyi Kakafoni
Bunyi kakafoni dapat dipakai untuk menciptakan suasana-suasana ketertekanan, keterasingan, kesedihan, syahdu, suram, haru, pilu, dan sbagainya. Secara visual ragam bunyi ini banyak memakai konsonan /b/, /p/, /m/, /k/, /h/, /p/, /t/, /s/, /r/, /ng/, /ny/. Dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana” ini,  contoh bunyi kakafoni terdapat pada baris keenambelas,
Yang memintas-mintas senja samar.
f)       Bunyi Anamatope
 Bunyi anamatope disebut sebagai lambang rasa, merupakan bunyi yang menghadirkan bunyi-bunyi makhluk hidup, alam, binatang dan sebagainya. Misalnya saja ringkik kuda, lenguh kerbau, cit-cit ayam, gericik air, tik-tik hujan. Dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana” ini,  contoh bunyi anamatope terdapat pada baris kelima,
Memandang gelepar sayap kata-kata
Bunyi anamatope juga terdapat pada baris sembilan,
            Memandang burung dan dentur ombak dari rahim telaga,
Selain itu bunyi anamatope juga terdapat pada baris kesepuluh,
            Yang menderu tak kenal waktu mendepak bingkai pematang kita.
B) Diksi dan Bahasa
Diksi, yaitu pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, maka kata-katanya harus dipilih secermat mungkin. Pemilihan kata-kata dalam puisi erat kaitannya dengan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata.
Dalam menulis puisi kita harus menyadari salah satu unsur terpenting, yaitu pemilihan diksi. Karena puisi adalah bentuk karya tulis yang tidak memakai banyak kata-kata, cenderung tidak deskriptif dan naratif, maka pemilihan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan maksud dan nuansa tulisan haruslah dicermati dengan seksama. Termasuk di dalamnya menghindari pengulangan kata yang sama terlampau sering, pemilihan sinonim yang mewakili, sampai ke penggunaan tanda baca dan susunan bahasa. Misalnya ketika kita ingin mengungkapkan rasa kesepian, kata mana yang akan kita pilih; sunyi, diam, nelangsa, sendiri, sedih, sepi, senyap atau hening? Meski berkonotasi sama, tiap kata yang terpilih akan memberi warna yang berbeda apabila disandingkan dengan kata-kata lainnya dalam keseluruhan puisi.
Diksi merupakan pemilihan kata yang tepat, padat dan kaya akan nuansa makna dan suasana sehingga mampu mengembangkan dan mempengaruhi daya imajinasi pembaca. Dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana” ini, dengan keahlian penyair merangkai kata, penyair terlihat sangat hati-hati di dalam memilih kata. Karena kehati-hatiannya itu, orang awam akan merasa sulit menafsirkan makna puisi tersebut. Seperti terdapat pada bait pertama baris satu dan dua,
Adakah engkau tetap di sana
Memandang awan raib dan pasir penuh bulan,
dan juga terdapat pada bait kedua baris kesembilan dan sepuluh,
Memandang burung dan dentur ombak dari rahim telaga
Yang menderu tak kenal waktu mendepak bingkai pematang kita
.
Pemilihan kata seperti ini dapat menjerumuskan pemahaman pembaca. Pembaca akan menjadi bimbang di dalam menafsirkan makna puisi tersebut. Tentunya hal ini tidak perlu dialami pembaca, jika saja penyair memilih kata dengan mempertimbangkan kemampuan pembaca awam di dalam menafsirkan puisi. Jika penyair kurang berani memainkan kata, maka keindahan puisi tidaklah terlihat.
Akan tetapi, terdapat beberapa pilihan kata yang digunakan oleh pengarang yang sangat sederhana seperti yang dapat dilihat dalam puisi tersebut. Sehingga kata-kata yang digunakan oleh penyair mudah dipahami. Seperti pada bait ketiga baris kedua belas,
Adakah engkau tetap di sana
Memandang dan memandang lagi.
            C) Gaya Bahasa
            Gaya bahasa merupakan alat yang dipergunakan penyair untuk mencapai aspek kepuitisan atau sebuah kata yang mempunyai arti secara konotatif tidak secara sebenarnya. Dalam penulisan sebuah sajak, gaya bahasa ini digunakan untuk memperindah tampilan atau bentuk muka dari sebuah sajak yang ditulis seorang penyair. Dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana” yang ditulis oleh Korrie Layun Rampan ini, gaya bahasa yang terdapat di dalamnya adalah:
a)      Personifikasi
Personifikasi adalah Adalah gaya bahasa yang mengumpamakan benda mati sebagai makhluk hidup, benda- benda mati dibuat dapat berbuat, berpikir dan sebagainya seperti manusia. Contohnya saja terdapat pada bait pertama baris kelima,
                Memandang gelepar sayap kata-kata
selain itu, gaya bahsa personifikasi juga terdapat pada bait kedua baris kesembilan,
Memandang burung dan dentur ombak dari rahim telaga.
b)      Metafora
Metafora adalah gaya bahasa yang menyamakan satu hal dengan hal lain tetapi tidak menggunakan kata-kata pembanding. Contohnya terdapat pada bait pertama baris ke dua,
Memandang awan raib dan pasir penuh bulan,
dan terdapat pada bait pertama baris keempat,
 Memandang teka-teki nasib ini,
Selain itu, metaforajuga terdapat pada bait kedua baris kedelapan,
            Memandang kelabu kota dan bumi yang gempita.

D) Citraan dalam Puisi
Untuk memberikan gambaran yang jelas, untuk menimbulkan suasana, untuk membuat lebih hidup dan menarik, dalam puisi penyair juga sering menggunakan gambaran angan. Gambaran angan dalam puisi ini disebut citraan (imagery). Citraan adalah penggambaran mengenai objek berupa kata, frase, atau kalimat yang tertuang di dalam puisi atau prosa. Citraan dimaksudkan agar pembaca dapat memperoleh gambaran konkret tentang hal-hal yang ingin disampaikan oleh pengarang atau penyair. Dengan demikian, unsur citraan dapat membantu kita dalam menafsirkan makna dan menghayati sebuah puisi secara menyeluruh.
Citraan atau pengimajian adalah gambar-gambar dalam pikiran, atau gambaran angan si penyair. Setiap gambar pikiran disebut citra atau imaji (image). Gambaran pikiran ini adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai gambaran yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap sebuah objek yang dapat dilihat oleh mata (indera penglihatan). Citraan tidak membuat kesan baru dalam pikiran. Citraan dalam puisi terdapat 7 jenis citraan, yaitu citraan penglihatan, citraan pendengaran, citraan gerak, citraan perabaan, citraan penciuman, citraan pencecapan, dan citraan suhu. Dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana” ini, terdapat beberapa citraan. Diantaranya:
a)      Citraan Penglihatan
Citraan penglihatan adalah citraan yang ditimbulkan oleh indera penglihatan (mata). Citraan ini paling sering digunakan oleh penyair. Citraan penglihatan mampu memberi rangsangan kepada indera penglihatan sehingga hal-hal yang tidak terlihat menjadi seolah-olah terlihat. Contoh dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana” ini, terdapat pada bait kedua baris kedua, keempat, dan kelima,
Memandang awan raib dan pasir penuh bulan
Memandang teka-teki nasib ini
Memandang gelepar sayap kata-kata
b)      Citraan Pendengaran
\           Citraan pendengaran adalah citraan yang dihasilkan dengan menyebutkan atau menguraikan bunyi suara, misalnya dengan munculnya diksi sunyi, tembang, dendang, dentum, dan sebagainya. Citraan pendengaran berhubungan dengan kesan dan gambaran yang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga). Citraan ini dapat memberikan ransangan kepada telinga sehingga seolah-olah dapat mendengar sesuatu yang diungkapkan melalui citraan tersebut.
Contoh dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana” ini, terdapat pada bait kedua baris kesepuluh,
Yang menderu tak kenal waktu mendepak bingkai pematang kita.
c)      Citraan Gerak
Citraan gerak adalah gambaran tentang sesuatu yang seolah-olah dapat bergerak. Dapat juga gambaran gerak pada umumnya. Citraan ini yang secara konkret tidak bergerak, tetapi secara abstrak objek tersebut bergerak. Contoh dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana” ini, terdapat pada bait pertama baris keenam,
Memandang gelepar sayap kata-kata
Yang disusun menurut abjad dengan raji dan setia.
E) Tipografi
Perwajahan puisi (tipografi), yaitu bentuk puisi seperti halaman yang tidak dipenuhi kata-kata, tepi kanan-kiri, pengaturan barisnya, hingga baris puisi yang tidak selalu dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik. Hal-hal tersebut sangat menentukan pemaknaan terhadap puisi.
Tipografi merupakan pembeda penting antara puisi dengan prosa dan drama. Larik-Iarik puisi tidak berbentuk paragraf, namun berbentuk bait. Dalam puisi-puisi kontemporer, seperti karya-karya Sutardji Calzoum Bachri, tipografi dipandang sebagai sesuatu yang sangat penting sehingga menggeser kedudukan makna kata-kata.
Dalam perkembangannya, ada puisi yang ditulis dengan tipografi prosa dan susunan tak beraturan atau tidak terikat oleh susunan bait (zulfadhli, 2011:160:23). Akan tetapi, dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana” yang ditulis oleh Korrie Layun Rampan ini, masih terdiri dari susunan bait-bait dan masih beraturan. Selain itu, puisi ini mempunyai tipografi yang masih     seperti puisi-puisi lama. Contohnya saja, terdapat pada bait bait-bait puisi ini,
Adakah engkau tetap di sana
Memandang awan raib dan pasir penuh bulan
Adakah engkau tetap di sana
Memandang teka-teki nasib ini
Memandang gelepar sayap kata-kata
Yang disusun menurut abjad dengan raji dan setia

Adakah engkau tetap di sana
Memandang kelabu kota dan bumi yang gempita
Memandang burung dan dentur ombak dari rahim telaga
Yang menderu tak kenal waktu mendepak bingkai pematang kita.
F) Enjambemen dalam Puisi
Enjambemen dalam puisi adalah pemotongan kalimat atau frase diakhir larik, kemudian meletakkan potongan itu pada awal larik berikutnya. Tujuannya memberi tekanan pada bagian tertentu ataupun sebagai penghubung antara bagian yang mendahuluinya dengan bagian berikutnya. Enjambemen juga dapat disebut sebagai kelanjutan sebuah kalimat dari satu baris atau bait ke baris atau bait berikutnya. Bisa juga dilihat sebagai pemenggalan sebuah kalimat menjadi beberapa baris.
            Enjambemen ini akan terwujud bila kita pandai memanfaatkannya, Meski dalam puisi memang tiada aturan yang jelas dalam berenjambemen ini, soalnya Enjambemen memang tergantung gaya dan tehnik yang sifatnya personal.
Dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana” yang ditulis oleh Korrie Layun Rampan ini, enjambemen yang terdapat di dalamnya sangat menarik, dan sangat bagus. Enjambemen antara satu baris ke baris berikutnya mempunyai keterikatan yang sangat jelas. Contohnya saja, terdapat pada bait ketiga,
Adakah engkau tetap di sana
Memandang dan memandang lagi
Memandang bayang-bayang yang dihalau kemarau.
G) Penyimpangan Kata-kata
Penyimpangan gramatikal merupakan hal yang dikehendaki,  dalam penulisan puisi. Di dalam perpuisian dikenal adanya lisensi poetika, yaitu kebebasan penyair untuk menyalahi kebiasaan berbahasa sehari-hari, termasuk menyalahi kaidah-kaidah gramatika. Tambahan lagi, juga dikenal adanya estetika penyimpangan, yaitu suatu dorongan untuksenantiasa melakukan penyimpangan dari hal-hal yang sudah dianggap mapan.
Dengan berbuat demikian, puisi yang dihasilkan akan senantiasa mengandung kelainan, kebaruan, sekurang-kurangnya terkesan berkontras atau beroposisi dengan bahasa masyarakat umum (publik). Dalam puisi “Adakah Engkau Tetap di Sana” yang ditulis oleh Korrie Layun Rampan ini, terdapat beberapa penyimpangan kata-kata, diantaranya:
a)      Penyimpangan  kaidah morfologi
Penyimpangan morfologi ini terdapat pada penyimpangan pengunaan kata berafik. Dalam hal ini bentuk dasar yang lazimnya diberi prefiks meng- ditukar dengan di-, contohnya terdapat pada baitketiga baris keketiga belas,
Memandang bayang-bayang yang dihalau kemarau,
selain itu, bentuk-bentuk dasar yang lazimnya diberi afiks meng - i dipangkas menjadi meng- saja. contohnya terdapat pada bait pertama baris kedua, keempat, dan pada bait kedua baris ketujuh dan kedelapan,
            Memandang awan raib dan pasir penuh bulan
….
Memandang teka-teki nasib ini
Memandang gelepar sayap kata-kata
 Memandang kelabu kota dan bumi yang gempita
Memandang burung dan dentur ombak dari rahim telaga.
Penyimpangan morfologi ini terdapat pada penyimpangan pengunaan kata berkomposisi, terdapat bentukan kata majemuk yang mungkin dapat mengisi kekosongan atau memperluas daya ungkap bahasa Indonesia. Contohnya terdapat pada bait pertama baris kedua ,
Memandang awan raib dan pasir penuh bulan.
b)      Pola atau Kaidah Penyimpangan Gramatikal dalam Puisi Indonesia
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penulisan puisi Indonesia sebagaimana diduga sebelumnya-- ternyata terpola. Dalam hal ini, terdapat enam pola penyimpangan gramatikal, yaitu 1) pola pelesapan, 2) pola variasi urutan kata, 3) pola variasi sinonim/bentuk, 4) pola analogi, 5) pola inkorporasi, dan 6) pola trans. Dalam puisi ini terdapat kesalahan dalam pola penyimpangan gramatikal, diantaranya:
a)    Pola pelesapan
            Untuk mendapatkan konstruksi frasa dan klausa yang lebih singkat dan padat (sederhana), dilakukan pelesapan morfem-morfem tertentu. Contohnya, pelepasan konjungsi yang terdapat pada bait pertama baris kedua,
Memandang awan[ ] raib dan pasir penuh bulan, [yang].

b)
Pola transposisi
Termasuk juga pemerlain, yaitu memperilakukan nomina sebagai adjektiva dengan bantuan kata yang, lebih atau paling misalnya bumi yang siang, lebih bulan, dan paling sendiri. Penyimpangan gramatikal tersebut terjadi karena ingin mendapatkan bentuk bahasa yang singkat, padat (makna), dan mengandung kelainan ataupun kebaruan, serta mendapatkan  rima yang sesuai. Contohnya terdapat pada bait pertama, kedua dan keempat,
Yang disusun menurut abjad dengan raji dan setia

Yang menderu tak kenal waktu mendepak bingkai pematang kita
Yang memintas-mintas senja samar.







 

SATUAN GRAMATIK

TUGAS MORFOLOGI
YOVIERSARIADI 17355/2010
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
DOSEN: ENA NOVERIA,




SATUAN GRAMATIK
1.      Pengertian Satuan Gramatik
Jika kita mendengarkan tuturan seseorang atau seorang informan dengan saksama, ternyata terdapat satuan-satuan yang berulang-ulang dapat kita dengar, misalnya sepeda, bersepeda, sepeda-sepeda, bersepeda-bersepeda, bersepeda ke pasar, aku membeli sepeda, sepeda baru, dan lain sebagainya. Satuan-satuan yang mengandung arti, baik leksikal maupun arti gramatik seperti tersebut di atas, disini disebut satuan gramatik, atau disingkat satuan.
Satuan gramatik mungkin berupa morfem, misalnya ber-, ke, ke-an, -wan, maha-, jalan, akan, rumah, datang, sedang, baca, baru, mungkin berupa kata misalnya rumah, membawa, diketahui, lempar lembing, mereka, dari, mungkin juga berupa frasa, misalnya akan datang, kerumah teman, akan minum, sudah sehat, sehat sekali, mungkin pula berupa klausa, misalnya Ia sedang berkunjung ke rumah teman, usaha itu sangat baik, orang tuanya sudah sehat, mungkin juga berupa kalimat, misalnya Kami berlari di pagi hari., dan mungkin pula berupa wacana.
Jelasnya, jika diurutkan dari atas, satuan gramatik itu dapat berupa:
Wacana
Kalimat
Klausa
Frasa
Kata
Morfem

2.      Bentuk Tunggal dan Bentuk Kompleks
jika satuan sepeda dibandingkan dengan satuan lain, yaitu bersepeda, bersepeda keluar kota, sepeda-sepeda, ternyata ada perbedaannya. Perbedaannya ialah bahwa pada satuan sepeda tidak mempunyai satuan yang lebih kecil lagi, berbeda dengan bersepeda yang terbentuk dari satuan ber- dan sepeda, bersepeda ke luar kota, yang terdiri dari satuan ber-, sepeda, ke, luar, dan kota.
Satuan gramatik yang tidak terdiri dari satuan yang lebih kecil lagi menurut M. Ramlan, disebut sebagai bentuk tunggal, dan satuan yang terdiri dari satuan-satuan yang lebih kecil lagi, disebut sebagai bentuk kompleks. Satuan-satuan ber-, sepeda, ke, luar, dan kota, masing-masing merupakan bentuk tunggal, sedangkan satuan-satuan, bersepeda, bersepeda keluar kota, merupakan bentuk kompleks.
3.      SATUAN GRAMATIK BEBAS DAN TERIKAT

Satuan gramatik bebas atau satuan bebas adalah satuan gramatik yang dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa. Contoh: rumah, gunung, tanah, pakaian, bendera, kami , mereka, harimau,kerbau.
Satuan gramatik terikat atau satuan terikat adalah satuan gramatik yang tidak dapat berdiri sendiri. Contoh: ber-, ter-, me-N, per,-kan, -an.
Di antara satuan-satuan yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa, ada yang secara gramatik mempunyai sifat bebas seperti halnya satuan-satuan yang dalam tuturan biasa dapat berdiri sendiri.
Satuan-satuan yang dimaksud adalah dari, kepada, sebagai, tentang, karena, meskipun, lah. Contoh:   -Dari toko
                    -Dari suatu toko.
Satuan dari kelihatannya terikat pada satuan toko, tetapi dengan adanya frasa dari suatu toko, satuan dari secara gramatik dapat dipisahkan dari toko
Satuanber-, ter-, meN-, per-, -kan, -an, -I, ke-an, per-an termasuk dalam golongan afiks karena hanya memiliki arti gramatik.
           
4.      MORFEM, MORF, ALOMORF, KLITIK, POKOK KATA, dan KATA
Setiap bentuk tunggal, baik termasuk golongan satauan bebas, maupun terikat, merupakan satu morfem. Satuan-satuan rumah, sepeda, jalan, ber-, meN-, di-, maha-, juang, lah, dan sebagainya masing-masing merupakan satu morfem. Satuan bersepeda, terdiri dari dua morfem, yaitu morfem ber- dan morfem sepeda; satuan bersepeda ke luar kota terdiri dari lima morfem, yaitu ber-, sepeda, ke, luar, dan kota. Jadi yang dimaksud morfem ialah satuan gramatik yang paling kecil; satuan gramatik yang tidak mempunyai satuan lain sebagai unsurnya.
Banyak morfem yang hanya mempunyai satu struktur fonologik, misalnya baca, yang fonem-fonemnya, banyaknya fonem serta urutannya selalu demikian, ialah terdiri empat fonem, yaitu /b, a, c, a/ dengan urutan fonem /b/ di muka sekali, diikuti /a/, /c/, dan /a/. Tetapi di samping itu, ada pula morfem yang mempunyai beberapa struktur fonologik. Misalnya morfem meN- yang mempunyai struktur fonologik mem-, men-, meny-, meng-, menge-, dan me-, misalnya pada membawa, mendatang, menyuruh, menggali, mengebom, dan melerai. Bentuk-bentuk mem-, men-, meny-, meng-, menge-, dan me- tersebut masing-masing disebut sebagai morf, yang semuanya merupakan alomorf dari morfem meN-. Demikianlah morfem meN- mempunyai morf-morf mem-, men-, meny-, meng-, menge-, dan me- sebagai alomorfnya.
Di samping istilah morfem, morf, dan alomorf, terdapat istilah kata. Kata merupakan dua macam satuan, ialah satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Misalnya kata belajar terdiri dari tiga suku ialah be, la, dan jar. Suku be terdiri dari dua fonem, suku la terdiri dari dua fonem, dan jar terdiri dari tiga fonem. Jadi kata belajar terdiri dari tujuh fonem, ialah /b, e, l, a, j, a, r/.
Satuan-satuan ku, mu, nya, kau, dan isme, dalam tuturan biasa juga tidak dapat berdiri sendiri dan secara gramatik juga tidak mempunyai kebebasan. Jelaslah satuan-satuan itu termasuk golongan satuan terikat. Namun demikian, ada perbedaan antara satuan-satuan itu dengan satuan-satuan ber-, ter-, meN-, dan sebagainya yang tidak memiliki arti leksikal. Karena itu, satuan-satuan seperti ku, mu, nya, dan lainnya, tidak dimasukkan ke dalam golongan afiks, melainkan termasuk golongan klitik. Klitik dapat dibedakan menjadi dua golongan, ialah proklitik dan enklitik. Proklitik terletak di muka, misalnya ku pada kuambil, kau pada kauambil, sedangkan enklitik terletak di belakang, misalnya ku pada rumahku, mu pada rumahmu, nya pada rumahnya.
Satuan juang, misalnya dalam berjuang, perjuangan, pejuang, memperjuangkan, satuan temu dalam bertemu, pertemuan, menemukan, mempertemukan, penemuan, juga merupakan satuan yang tidak dapat berdiri sendiri dalam tuturan biasa dan secara gramatik tidak mempunyai sifat bebas. Namun demikian, satuan-satuan itu tidak dapat dimasukkan ke dalam golongan afiks maupun klitik, karena satuan-satuan itu memiliki sifat tersendiri, yaitu dapat dijadikan bentuk dasar, seperti terlihat pada satuan-satuan berjuang, pejuang, bertemu, dan sebagainya. Karena itu, satuan-satuan itu merupakan golongan tersendiri yang di sebut sebagai pokok kata. Satuan-satuan lain yang dapat dimasukkan ke dalam gologan pokok kata ialah, alir, sandar, baca, ambil, perbesar, pertiga, ketahu, jabat, main, rangkak, dan masih banyak lagi
Kata merupakan dua macam satuan, ialah satuan fonologik dan satuan gramatik. Sebagai satuan fonologik, kata terdiri dari satu atau beberapa suku, dan suku itu terdiri dari satu atau beberapa fonem. Misalnya kata belajar terdiri dari tiga suku ialah be, la, dan jar. Suku be terdiri dari dua fonem, suku la terdiri dari dua fonem, dan jar terdiri dari tiga fonem. Jadi kata belajar terdiri dari tujuh fonem, ialah /b, e, l, a, j, a, r/.
Sebagai satuan gramatik, kata terdiri dari satu atau beberapa morfem. Kata belajar terdiri dari dua morfem, yaitu morfem ber- dan morfem ajar, kata terpelajar terdiri dari tiga morfem, yaitu ter-, per-, dan morfem ajar.
Yang dimaksud kata adalah satuan bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satu satuan bebas merupakan kata. Jadi satuan-satuan rumah, duduk, penduduk, pendudukan, kedudukan, negara, negarawan, kenegaraan, pemimpin, kepemimpinan, berkepemimpinan, ruang, ruangan, buku, ketidakadilan, dan sebagainya, masing-masing merupakan kata karena masing-masing nerupakan satuan bebas.
Satuan-satuan dari, kepada, sebagai, tentang, karena, meskipun, lah, dan sebagainya, juga termasuk golongan kata. Satuan-satuan tersebut, meskipun tidak merupakan satuan bebas, tetapi secara gramatik mempunyai sifat bebas seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan terdahulu.
Satuan-satuan rumah makan, kamar mandi, kamar tidur, mata pelajaran, kepala batu, keras hati, keras kepala, panjang tangan, dan sebagainya, sekalipun terdiri dari dua satuan bebas, juga termasuk golongan kata, karena satuan-satuan tersebut memiliki sifat sebagai kata, yang membedakan dirinya dari frasa.




PENUTUP
Kesimpulan
Satuan-satuan yang mengandung arti, baik arti leksikal maupun arti gramatik disebut satuan gramatik. Satuan gramatik itu dapat berupa klimat, klausa, frasa, kata, morfem.















Daftar Pustaka
http://file.upi.edu/Direktori/C%20-%20FPBS/JUR.%20PEND.%20BHS.%20DAN%20SASTRA%20INDONESIA/RIKA%20WIDAWATI/SATUAN%20GRAMATIK.pdf