skripsi

alhamdulillah....
akhirnya bab 1, bab 2 gw d acc...
tapiii itu bukkan skripsii... itu tugas...
skripsi aneee......
entahlaah.... masih bayang-bayang..
ya Allah tolong hambaa MU ini.....

1 kata

cukup...

Makna dan Jenis Makna



TUGAS
SEMANTIK
“Makna dan Jenis Makna”
Description: Description: unp







OLEH:
YOVI ERSARIADI
17355/2010
SASTRA INDONESIA



FAKULTAS BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012

DAFTAR ISI
Kata pengantar……………………………………………………………………… 1
Daftar isi……………………………………………………………………………..2
Pendahuluan…………………………………………………………………………3
            Latar belakang……………………………………………………………….3
            Fokus masalah……………………………………………………………….3
            Rumusan masalah……………………………………………………………3
            Tujuan penelitian……………………………………………………………4
Pembahasan…………………………………………………………………………..5
            Hakikat Makna……………………..……………………………………….5
            Jenis Makna………………………..………………………………………..6
Penutup……………………………………………………………………………..13
            Kesimpulan…………………………………………………………………13
            Saran……………………………………………………………………….13
Daftar pustaka……………………………………………………………………..14







KATA PENGANTAR
            Puji syukur penulis ucapkan atas segala rahmat dan hidayah Allah SWT, sehingga tugas makalah ini dapat diselesaikan dengan baik. Makalah ini membahas tentang Makna dan Jenis Makna dalam mata kuliah Semantik.
            Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing sekaligus dosen kami dalam mata kuliah Semantik, bapak Prof. Dr. Ngusman Abdul Manaf, M.Hum.. Kemudian, kepada seluruh yang terkait dalam penulisan tugas ini.
            Akhirnya, penulis menyadari bahwa sanya tugas ini masih terdapat banyak kesalahan, baik dalam penulisan maupun isi, untuk itu penulis sangat mengharapakan kritik dan saran dari pembaca. Penulis mengharapkan tugas ini dapat memberikan manfaat.
Padang, 16 September 2012


                 Penulis









PENDAHULUAN
1.      Latar Belakang Masalah
            Bahasa pada dasarnya digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan bermasyarakat, maka makna bahasa pun sangat bermacam-macam bila dilihat dari beberapa kriteria dan sudut pandang.
Sebuah kata, misalnya buku, terdiri atas unsur lambang bumyi yaitu [b-u-k-u] dan konsep atau citra mental benda-benda (objek) yang dinamakan buku. Menurut Ogden dan Richards (1923), dalam karya klasik tentang “teori semantik segi tiga” , kaitan antara lambang, citra mental atau konsep, dan referen atau objek dapat dijelaskan dengan gambar dan uraian sebagai berikut.
Makna kata buku adalah konsep buku yang tersimpan dalam otak kita dan dilambangkan dengan kata buku. Gambar di samping menunjukkan bahwa di antara lambang bahasa dan konsep terdapat hubungan langsung, sedangkan lambang bahasa dengan referen atau objeknya tidak berhubungan langsung
(digambarkan dengan garis putus-putus) karena harus melalui konsep. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semantik mengkaji makna tanda bahasa, yaitu kaitan antara konsep dan tanda bahasa yang melambangkannya.
Dalam analisis semantik juga harus disadari, karena bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai hubungan yang sangat erat dengan masalah budaya maka, analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tetapi tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain. Umpamanya, kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk pada jenis binatang yang hidup dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk; dan dalam bahasa Inggris separan dengan fish. Tetapi kata iwak dalam bahasa Jawa bukan hanya berarti ‘ikan’ atau ‘fish’, melainkan juga berarti daging yang digunakan sebagai lauk.
Maka dari itu, makalah ini akan menjelaskan hakikat makna dan jenis-jenis makna.
2.      Fokus Masalah
            Fokus masalah makalah ini  adalah hakikat makna dan jenis makna.
3.      Rumusan Masalah
            Berdasarkan fokus masalah di atas, penulis melihat ada beberapa masalah yang dapat dirumuskan sebagai masalah penelitian, yaitu:
1.      “Apakah yang dimaksud dengan makna?”
2.      “Apakah jenis-jenis makna?”

4.      Tujuan Penilitian
            Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka makalah ini bertujuan untuk menjelaskan hakikat makna dan jenis-jenis makna. 
















PEMBAHASAN
1. Hakikat Makna
Menurut teori yang dikembangkan dari pandangan Ferdinand de Saussure, makna adalah ’pengertian’ atau ’konsep’ yang dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik. Menurut de Saussure, setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1) yang diartikan (Perancis: signifie, Inggris: signified) dan (2) yang mengartikan (Perancis: signifiant, Inggris: signifier). Yang diartikan (signifie, signified) sebenarnya tidak lain dari pada konsep atau makna dari sesuatu tanda-bunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifiant atau signifier) adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan. Dengan kata lain, setiap tanda-linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam-bahasa (intralingual) yang biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu referen yang merupakan unsur luar-bahasa (ekstralingual). Yang menandai (intralingual) yang ditandai (ekstralingual).
Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki.
Dalam bidang semantik istilah yang biasa digunakan untuk tanda-linguistik itu adalah leksem, yang lazim didefinisikan sebagai kata atau frase yang merupakan satuan bermakna (Harimurti, 1982:98). Sedangkan istilah kata,yang lazim didefinisikan sebagai satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri yang dapat terjadi dari morfem tunggal atau gabungan morfem (Harimurti, 1982:76) adalah istilah dalam bidang gramatika. Dalam makalah ini kedua istilah itu dianggap memiliki pengertian yang sama.
Yang perlu dipahami adalah tidak semua kata atau leksem itu mempunyai acuan konkret di dunia nyata. Misalnya leksem seperti agama, cinta, kebudayaan, dan keadilan tidak dapat ditampilkan referennya secara konkret. Di dalam penggunaannya dalam pertuturan, yang nyata makna kata atau leksem itu seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari pengertian atau konsep dasarnya dan juga dari acuannya. Misal kata buaya dalam kalimat (1).

(1). Dasar buaya, ibunya sendiri ditipunya.

Oleh karena itu, untuk menentukan makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya. Makna sebuah kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada di dalam konteks wacananya atau konteks situasinya. Contoh, seorang ibu setelah memeriksa buku rapor anaknya dan melihat angka-angka dalam buku rapor itu banyak yang merah, berkata kepada anaknya dengan nada memuji.

(2). ”Rapormu bagus sekali, Nak!”

Jelas, ibu tersebut tidak bermaksud memuji walaupun nadanya memuji. Dengan kalimat itu dia sebenarnya bermaksud menegur tau mungkin mengejek anaknya itu.

2. Jenis Makna
Ada sejumlah orang melakukan klarifikasi makna satuan bahsa, antara lain Leech (1976), Pateda (1985), chaer (1995). Leech mengelompookan makna menjadi tujuh bagian , yaitu: 1. Makna konseptual, 2. Makna konotatif, 3. Makna stilistika, 4. Makn afektif, 5. Makn reflektif, 6. Makna kolokatif, dan 7. Makna tematik. Dijelaskan pula bahwa makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, makna reflektif, dan makna kolokatif merupakan bagian dari kelompok besar, yaitu makn asosiatif. Atas dasar konsep itu Leech menyederhanakan pengelompokkan tipe makna menjadi dua, yaitu makna konseptual dan makna asosiatif.
Pateda (1986) mengelompokkan tipe makna menjadi 25, yaitu: 1. Makna afektif, 2. Makna denotatif, 3. Makna deskriptif, 4. Makna ekstensi, 5. Makna emotif, 6. Makna gereflekter, 7. Makna idesional, 8.makna intensi,  9. Makna,  10. Gramatikal, 11. Makna kiasan, 12. Makna kognitif, 13. Makna kolokasi, 14. Makna konotatif, 15., 16. Makna konstruksi,  17. Leksikal 18. Makna luas, 19. Makna piktorial, 20. Makna proposisional, 21.  Makna pusat, 22. Makna referensial, 23. Makna sempit, 24. Makna stilistika, 25.  Makna tematis.
Chaer (1995: 59-78) mengelompokkan tipe makna, 1. Makna leksikal, 2. Makn gramatikal, 3. Makna referensial,  4. Makna nonreferensial, 5. Makna denotatif, 6. Makna konotatif,  7. Makna kata,  8. Makna istilah, 9. Makna asosiatif, 10. Makna kolokatif, 11. Makna reflektif, 12.  Makna idiomatik, 13. Makan peribahasa, 14. Makna ungkapan, 15. Makna konseptual, 16. Makna kias. Pengelompokkan tipe makna yang disampaikan oleh Chaer lebih sederhana dibandingkan penngelompokkan tipe makna yang di lakukan oleh Pateda. Akan tetapi, pengelompokkan ini masih mengalami timpang tindih, misalnya makna asosiatif dan makna kiasan, makna peribahasa dan makna ungkapan, bukankah makna asosiatif itu sudah mencakupi makna kiasan, dan makna peribahasa sudah mencakupi makna ungkapan.
Atas dasar tinjauan kritis terhadap tipe makna itu, tipe makna satuan bahasa dikelompokkan, yaitu: 1. Makna leksikal, 2. Mkana gramatikal, 3. Makna referensial, 4. Makna nonreferensial,  5. Makna denotatif,6. Makna konotatif, 7. Makna kata (makna umum), 8. Makna istilah (makna khusus), 9. Makna idiomatik, dan 10. Makna  kias. Makna asosiatif, ungkapan , dan peribahasa  yang diungkapkan oleh Leech, Pateda, dan Chaer itu sudah diwakili oleh makna kias. Makna konseptual itu sudah tercakup dalam makna denotatif. Sepuluh jenis makna itu dan dasar pengelompokkannya akan diuraikan berikut ini.
1. Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Berdasarkan terbentuknya, tipe makna dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu makna leksikal dan makna gramatikal. Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian, makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita (Chaer, 1994). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus. Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing, atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
Makna leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi (Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna ’dapat’, dan dalam kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan makna gramatikal ’tidak sengaja’. Makna satuan bahasa itu muncul setelah satuanbahasa itu diletakan dalam konteks kalimat.
2. Makna Referensial dan Makna Nonreferensial
Berdasarkan ada atau tidaknya referen (acuan)suatu satuan bahasa, makna satuan bahasa dapa dikelompokkan menjadi makna referensial dan makna nonreferensial. Makna referensial adalah makna satuan bahasa sesuai dengan referen (acuan) satuan bahasa itu. Djajasudarma (1993:23) menyatakan bahwa hubungan referensial adalah hubungan antara satuan bahasa dengan referen atau acuannya yang berupa dunia nyata. Satu bahas yang mempunyai makna referensial umumnya berupa kata-kata penuh (full word). Contoh: kuda, mengacu pada binatang berkaki empat, pemakan rumput, dan larinya cepat. Fungsinya untuk tunggangan atau menarik bendi.
Makna nonreferensial adalah makna satuan bahasa yang tidka berdasarkan pada referen tertentu atau makna satuan bahasa yang tidak berdasarkan acuan tertentu. Kata- kata seperti di, ke, dari, dari pada, dan, ata, tetapi, sebab, karena, ketika, untuk, -lah, -kah, -tah, pun, dan bentuk-bentuk afiksasi lainnya, adalah satuan bahasa yang tidak memiliki acuan atau referen.
3. Makna Denotatif dan Makna Konotatif
Berdasarkan ada atau tidak adanya nilai rasa dalam satuan bahasa, makna dapat dikelompokkan menjadi makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah makna satuan bahasa yang sesuai dengan acuannya tanpa mengandung nilai rasa, baik nilai rasa positif maupun negatif. Dengan kata lain, makna denotatif adalah makna satuan bahasa sesuai dengan acuannya yang dapat kita amati dan kita rasakan dengan indra kitatanpa disertai dengan nilai rasa, baik nilai rasa positif atau negatif. Jadi, makna denotatif ini menyangkut informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering disebut sebagai ’makna sebenarnya’(Chaer, 1994). Umpama kata perempuan dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ’manusia dewasa bukan laki-laki’.
Makna konotatif adalah makna satuan bahasa ynag didasarkan oleh nilai rasa, baik positif ataupun negatif, yang terkandung dalam satuan bahasa.  Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif dapat juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini berkonotasi negatif karena berarti ’cerewet’, tetapi sekarang konotasinya positif. Semua leksem memiliki makna denotatif tapi belum tentu memiliki makna konotatif.
4. Makna Kias
Makna kias adalah makna satuan bahsa yang ada di balik makn harfiah. Makna harfiah adalah makna satuan bahsa sesuai dengan makna leksikal dan makna gramatikal satuan bahasa itu. Jadi makna kias adalah makna makna yang tidak persis sama dengan makna denotasi. Makna kias ini terbentuk dariproses perbandingan, pengumpamaan, dan metafora.ciri utama dari makna kias adalah selalu dibentuk dengan perbandingan, baik perbandingan eksplisit, maupun perbandingan implisit.
Dalam kehidupan sehari-hari, penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari arti sebenarnya. Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri malam dalam arti ’bulan’, raja siang dalam arti ’matahari’.
5. Makna Idiomatik
Makna idiomatik adalah makna satuan bahasa yang tidak dapat ditelusuri berdasarkan makna leksikal dan makna gramatikal leksem yang membentuknya. Untuk menmgetahui makna satuan bahasa yang bermakna idiomatik orang harus menghafal makna satuan bahasa itu sebagaimana pemilik bahasa itu memakainya. Satuan bahasa yang bermakna disebut idiom. Misalnya kata “meja hijau” memiliki makna idiomatik yaitu “pengadilan”.
Ada kemiripan makna idiomatik dengan makna kias, yaitu kedua makna itu sama-sama tidak dapat ditelusuri atas makna leksikal dan makna gramatikal leksem yang membentuknya. Meskipun mirip, makna idiomatik dan makna kias berbeda. Makna idiomatik tidak dibentuk oleh perbandingan.
Hubungan idiom, kiasan, peribahasa,metafora, dan ungkapan. Idiom adalah satuan bahasa yang maknanya tidak dapat ditelusuri atas makna leksikal dan makna gramatikal leksem yang membentuknya dan tidak ada unsur pembandingan. Kiasan adalah satuan bahasa yang maknanya tidak dapat ditelusuri dari makna leksikal leksem yang membentuknya dan mengandung unsur pembandingan. Peribahasa adalah satuan bahasa yang berisi pikiran yang berhikmahyang isi atau makna satuan bahasa itu disampaikan secara kias (perbandingan) sehingga makna satuan bahasa itu tidak dapat ditelusuri berdasarkan makna leksikal dan makna gramatikal yang membentuknya. Jadi, peribahasa adalah satuan bentuk kiasan. Metafora adalah cara atau gaya amembandingkan dalam rangka membentuk makkna kias. Ungkapan adalah wujud pengekspresian gagasan dan perasaan. Oleh karena itu, gagasan dan perasaan seseorang dapat diiungkapkan dalam bentuk idiom atau kiasan yang didalamnya tercakup peribahasa.
6. Makna Kata dan Makna Istilah
Berdasarkan keakuratan makna dan lingkungan pemakainnya, makna dapat dikelompokkan menjadi makna kata dan makna istilah. Makna kata adalah makna satuan bahasa sebagaimana yang diberikan atau yang diketahui oleh orang awam yang biasanya makna itu bersifat umum dan kurang akurat. Kata dipakai oleh semua orang dari berbagai profesi ndan digunakan diberbagai bidang kegiatan untuk komunikasi sehari-hari. Sebagai kata, satuan bahasa itu bermakna sama ketika digunakan oleh orang yang mempunyai profesi yang berbeda dan digunakan dalanm kegiatan yang berbeda.
Makna istilah adalah makna yang berlaku dikalangan khusus atau bidang khusus, yang mengandung pengertian yang akurat, sesuai bidang kegiatannya. Contoh, istilah pendidikan, istilah kedokteran, istilah kriminal, dan sebagainya. Perbedaan antara makna kata dan istilah dapat dilihat dari contoh berikut

(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.

Kata tangan dan lengan pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
Selain tipe-tipe makna diatas terdapat beberapa tipe makna yang lain, yaitu:
1. Makna Konseptual dan Makna Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis binatang berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian

















PENUTUP
a. Kesimpulan
Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki. Adapun jenis-jenis makna, diantaranya:
  1. Berdasarkan jenis semantiknya dibedakan menjadi makna leksikal dan makna gramatikal.
  2. Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dibedakan menjadi makna referensial dan makna nonreferensial.
  3. Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem dibedakan menjadi makna denotasi dan makna konotasi.
  4. Berdasarkan ketepatan maknanya dibedakan menjadi makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus.
  5. Berdasarkan ada atau tidak adanya hubungan (asosiasi, refleksi) makna sebuah kata dengan makna kata lain dibagi menjadi makna konseptual dan makna asosiatif.
  6. Berdasarkan bisa atau tidaknya diramalkan atau ditelusuri, baik secara leksikal maupun gramatikal dibagi menjadi makna idiomatikal dan peribahasa.
  7. Kata atau leksem yang tidak memiliki arti sebenarnya, yaitu oposisi dari makna sebenarnya disebut makna kias.







DAFTAR PUSTAKA
http://bagusdewan.blogspot.com/2011/03/perubahan-makna-kata.html. . Diakses pada tanggal 13 September 2012.
http://basasin.blogspot.com/2008/11/perubahan-makna.html. . Diakses pada tanggal 13 September 2012.
http://endonesa.wordpress.com/bahasan-bahasa/makna/.. Diakses pada tanggal 13 September 2012.
http://id.wikipedia.org/wiki/Makna. . Diakses pada tanggal 13 September 2012.
http://dedetaufik.blogspot.com/2009/12/jenis-makna.html. . Diakses pada tanggal 13 September 2012.





contoh permainan pendidikan jasmani



Tugas
Pendidikan Jasmani/Kesehatan
“JLE (Jeruk Lempar Ekor)”

Description: unp








YOVI ERSARIADI
17355/2010
SASTRA INDONESIA


UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2012

KATA PENGANTAR
            Puji syukur penulis ucapkan atas segala rahmat dan hidayah Allah SWT, sehingga tugas ini dapat diselesaikan dengan baik. Tugas ini membahas tentang permainan-permainan kecil dalam mata kuliah Pendidikan Jasmani/kesehatan.
            Penulis mengucapkan terima kasih kepada pembimbing sekaligus dosen kami dalam mata kuliah Pendidikan Jasmani/kesehatan. Kemudian, kepada seluruh yang terkait dalam penulisan tugas ini.
            Akhirnya, penulis menyadari bahwa sanya tugas ini masih terdapat banyak kesalahan, baik dalam penulisan maupun isi, untuk itu penulis sangat mengharapakan kritik dan saran dari pembaca. Penulis mengharapkan tugas ini dapat memberikan manfaat.
Padang, 20 Oktober 2012


                 Penulis










DAFTAR ISI
Kata pengantar……………………………………………………………………… 1
Daftar isi……………………………………………………………………………..2
Pendahuluan…………………………………………………………………………3
            Latar belakang……………………………………………………………….3
            Fokus masalah……………………………………………………………….3
            Rumusan masalah……………………………………………………………3
            Tujuan penelitian……………………………………………………………4
Pembahasan…………………………………………………………………………..6
Penutup……………………………………………………………………………..8
            Kesimpulan…………………………………………………………………8
            Saran……………………………………………………………………….8










BAB I
PENDAHULUAN
a. Latar Belakang
Saat ini banyak anak-anak yang sudah tidak memainkan lagi permainan – permainan daerah seperti Gobak Sodor, Lintang Alihan, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan perkembangan teknologi yang sangat pesat, banyak industri, pabrik dan lainnya yang memproduksi banyak mainan seperti mobil-mobilan, boneka bergerak, robot, dan lain-lain. Sehingga anak-anak tidak lagi memainkan permainan kecil. Akibatnya permainan-permainan kecil semakin lama semakin dilupakan. Jika dibiarkan terus menerus permainan kecil akan lenyap.
Keadaan seseorang baik secara fisik maupun mental belum sempurna. Dan kesempatan untuk melatih potensi-potensi ialah pada waktu bermain. Karena bermain merupakan naluri atau dorongan daru dalam, ini harus diusahakan secara baik dan terkontrol.  Bermain merupakan suatu kebutuhan yang sangat penting yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia.Oleh karena itu, kami mencoba mengkombinasikan permainan kecil dengan ide permainan yang kami rancang menjadi permainan yang baru dan menarik.
b. Fokus Masalah
            Fokus masalah makalah ini  adalah permainan-permainan kecil yang bermanfaat terhadap kesehatan tubuh manusia.
1.      Rumusan Masalah
            Berdasarkan fokus masalah di atas, penulis melihat ada beberapa masalah yang dapat dirumuskan sebagai masalah penelitian, yaitu:
1.      “Apakah permainan-permainan kecil itu?”
2.      “Bagaimanakah cara permainannya?”



2.      Tujuan Penilitian
 Setelah mempelajari permainan, berarti kita dapat memahami konsep -konsep bermain, mampu memanfaatkan situasi untuk kepentingan pendidikan dengan kata lain diterapkan bermain sambil belajar dan belajar sambil bermain.
Sesuai dengan rumusan masalah diatas maka makalah ini bertujuan untuk menjelaskan apa-apa saja permainan kecil yang bermanfaat terhadap tubuh manusia. Selain itu makalah ini di buat untuk memenuhi tugas oendidikan jasmani dan kesehatan.















BAB II
PEMBAHASAN
JLE (Jeruk Lempar Ekor) adalah sebuah permaian yang dimainkan oleh dua tim. Masing-masing tim beranggotakan kurang lebih tujuh orang. Satu orang berperan sebagai induk dan enam orang lainnya sebagai anak. Permainan ini menggunakan dua jeruk ( satu tim satu jeruk ) yang digunakan sebagai senjata untuk menyerang benteng dan anak paling belakang dari tim lawan. Induk sangat berperan penting dalam permainan ini, karena induk bertugas untuk melakukan serangan, melindungi anak-anaknya dari serangan lawan dan mempertahankan benteng. Tim dikatakan menang jika tim lawan tidak punya anak atau anggota lagi.
Dalam JLE (Jeruk Lempar Ekor) kekompakan,kecepatan dan ketepatan dalam melakukan serangkaian permainan sangat dibutuhkan untuk menjadi pemenang.
1. Nama Permainan
 JLE (Jeruk Lempar Ekor)
2. Bahan dan perlengkapan
Bahan dan perlengkapan yang dibutuhkan :
a) Jeruk keras ( 2 buah )                      b.  Botol ( 2 buah )
3. Tujuan dan Manfaat
            Adapun tujuan dan Manfaat  dari permainan JLE ini adalah:
1. Untuk melatih kecepatan dan kelincahan
2. Menciptakan kekompakan
3. Melatih kerja sama dalam hal menyelesaikan masalah
4. Melatih akurasi lemparan
5. Melatih reflex tubuh.
4. Tata cara permainan
Tata cara permainan permainan JLE ini adalah:
1) Dibagi menjadi dua kelompok. Masing – masing kelompok terdiri dari satu induk dan enam anak. Masing – masing kelompok membentuk barisan seperti kereta yang tidak boleh putus.

2) Induk bertugas melindungi anak – anaknya dari serangan lawan sehingga induk harus selalu membawa anak – anaknya kemanapun induknya pergi.

3) Membuat Lingkaran sebagai benteng







4) Ketika peluit berbunyi menandakan permainan telah dimulai.


5) Induk saling melempar jeruk dengan sasaran botol di dalam benteng dan anak paling belakang dari lawan. Saat melempar jeruk pemain saling berkejaran dan tidak boleh melempar lawan yang telah berada di dalam benteng dan waktu pelemparan bola bebas.
6) Kelompok yang botol yang dalam bentengnya jatuh harus menyerahkan satu anak untuk dipenjarakan oleh lawan dan menyerahkan anak paling belakang untuk dipenjarakan jika anak paling belakang terkena bola.
7) Anak tahanan A dinyatakan bebas jika lawan berhasil menyentuh sang anak belakang si B (Dalam hal ini, boleh keluar dari wilayah yang dimiliki ).
8) Setelah induk melempar jeruk, maka induk mengambil jeruk yang datangnya dari lawan. Dan mengambil barisan paling belakang sebagai seorang anak dan mengestafetkan jeruk kedepan (anak paling depan beralih menjadi induk).
9) Kelompok yang berhasil memenjarakan semua lawannya dinyatakan sebagai
pemenang.
5. Peraturan permainan
            Peraturan permainan JLE ini adalah:
1) Yang bertugas melempar bola adalah induk, saat pelemparan pemain mengejar lawannya dan harus keluardari garis atau benteng dan waktu pelemparan bebas.
2) Sasaran jeruk adalah benteng dan pemain paling belakang.
3) Tiap anggota (anak) tidak boleh memisahkan diri dari induknya, kecuali induk yang beralih menjadi anak paling belakang.
4) Apabila jeruk mengenai botol dalam benteng lawan maka kelompok yang berhasil menjatuhkan botol dalam benteng lawan, berhak mendapatkan 1 anak dari lawan untuk dipenjarakan.
5) Apabila jeruk  mengenai anak paling belakang dari lawan, maka berhak mendapatkan anak paling belakang tersebut untuk dipenjarakan.
6) Pembebasan anak dinyatakan sah jika anak dijemput oleh induknya.
7) Permainan dihentikan apabila ada botol dalam benteng yang jatuh dan diberi waktu untuk mendirikan botol dalam benteng kembali. Setelah itu permainan dimulai kembali.
8) Kelompok yang berhasil memenjarakan seemua anggota kelompok lawan
dinyatakan sebagai pemenang.

6. Aspek yang terkandung dalam permainan
Aspek yang terkandung dalam permainan adalah:
1.    Aspek kognitif
Pemain berusaha berpikir bagaimana cara untuk melempar jeruk kepada benteng dan anak belakang, serta mengejar lawan.
2.    Aspek motorik
Pemain menggerakkan kaki dan tangan, bahkan motorik lainnya untuk bergerak dan saling berfungsi.
3.    Aspek efektif
Pemain harus memupuk, mendidik kerja sama dan kekompakkan timnya.


BAB II
PENUTUP
a. Kesimpulan
JLE (Jeruk Lempar Ekor) diciptakan dengan mengkombinasikan permainan kecil dengan ide permainan yang kami rancang sehingga menjadi permainan yang baru dan menarik. Manfaat dari permainan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk melatih kecepatan dan kelincahan.
2. Menciptakan kekompakan.
3. Melatih kerja sama dalam hal menyelesaikan masalah.
4. Melatih akurasi lemparan
5. Melatih reflex tubuh.

b. Saran
Pembaca diharapkan lebih bisa mengembangan permainan kecil ini menurut kreatifitas.