Alam Pikiran Mistis dan Budaya



Laporan Bacaan Ilmu Budaya
Tentang
Alam Pikiran Mistis dan Budaya


Description: unp.PNG
Disusun oleh:
Lia Dimai Fitri
Nim/Bp 18195/2010
Program Studi Sastra Indonesia


Fakultas Bahasa dan Seni (FBS)
Universitas Negeri Padang
2012


ALAM PIKIRAN MITIS
Orang menyebut budaya yang lama dengan istilah ”primitif. Kendati sebutan itu menurut Peursen sudah tidak relevan lagi. Karena, menurutnya, dunia alam pikirannya mengandung suatu filsafat yang dalam, gambaran yang ajaib dan adat istiadat yang beragam. Runutan epistemologis akan menemukan kata mitos dari kata mitis ini, kata mitos sendiri berarti sebuah cerita yang memberikan pedoman dan arah tertentu untuk sekompok orang. Mitos bukan hanya reportase peristiwa-peristiwa yang dulu terjadi, tetapi mitos memberikan arah kepada kelakuan manusia dan merupakan pedoman dalam menentukan kebijaksanaan manusia.
Mitos biasanya diturunkan oleh pendahulu dan akan diteruskan lagi. Begitulah kemudian akhirnya sebuah mitos bergulir dari jaman ke jaman. Cerita atau tuturan penurunan ini dapat diungkapkan dengan kata-kata, tari-tarian, atau pementasan lain, wayang misalnya. Tarian di samping sebagai salah satu wujud tradisi lisan, juga sekaligus sebagai suatu bentuk seni pertunjukan. Dikatakan sebagai suatu tradisi lisan karena tarian tersebut mengandung dimensi mithologi atau pesan tertentu yang hanya dipahami oleh pendukung tarian tersebut, dengan demikian menjadi sarana komunikasi, sosialisasi atau sebagai suatu proses reproduksi kebudayaan baik dalam konteks ritual, seni, maupun dalam bentuk pertunjukan lainnya. Dengan asumsi bahwa tarian merupakan bagian dari media pertunjukan dan performance itu selalu mengharapkan adanya audience. Selain Kapferer, Bauman juga menekankan bahwa performance merupakan suatu bentuk perilaku yang komunikatif dan sebagai suatu peristiwa komunikasi, atau “performance usually of communication, framed in a special way and put on display for an audience”. Ini menunjukkan bahwa bahwa tarian sebagai suatu bentuk seni pertunjukan sama dengan seni pertunjukan lainnya dimana audience menjadi bagian darinya. Disamping itu, tarian juga merupakan salah satu alat atau media komunikasi yang bersifat lisan (non-verbal), baik dalam konteks seni maupun ritual. Proses transformasi makna lewat komunikasi tersebut, berbeda dengan bahasa (narasi dan visual), dimana makna yang diekspresikan lewat tarian melalui perilaku atau gerakan.Mitos tidak hanya sebuah reportase akan apa yang telah terjadi saja, namun mitos itu memberikan semacam arah kepada kelakuan manusia dan digunakan sebagai pedoman untuk kebijaksanaan manusia. Lewat mitos manusia mengambil bagian (ber-part-sipasi). Partisipasi manusia dalam alam pikiran mitis ini dilukiskan sederhana sebagai berikut: Terdapat subjek, yaitu manusia (S) yang dilingkari oleh dunia, obyek (O). Tetapi subjek itu tidak bulat sehingga daya-daya kekuatan alam dapat menerobosnya. Manusia (S) itu terbuka dan dengan demikian berpartisipasi dengan daya-daya kekuatan alam (O). Partisipasi tersebut berarti bahwa manusia belum mempunyai identitas atau individualitas yang bulat, masih sangat terbukan dan belum merupakan suatu subjek yang berdikari sehingga dunia sekitarnya pun belum dapat disebut  (O) yang sempurna dan utuh.
Mitos memiliki beberapa fungsi, fungsi yang pertama ialah menyadarkan manusia bahwa ada kekuatan-kekuatan ajaib. Mitos tidak memberikan bahan informasi mengenai kekuatan itu tetapi membantu manusia agar dapat menghayati daya-daya itu sebagai kekuatan yang mempengaruhi dan menguasai alam kehidupan. Fungsi yang kedua dari mitos sangat bertalian erat dengan fungsi yang pertama yaitu perantara manusia dengan kekuatan gaib. Sedang fungsi yang ketiga yaitu memberikan pengetahuan tentang terjadinya dunia. Fungsi-fungsi tersebut memaparkan strategi secara meneyeluruh, mengatur dan mengarahkan hubungan antara manusia dan daya-daya kekuatan alam.
Pada tahap mitis ungkapan “itu ada” merupakan puncak pengalaman yang dialami manusia. Dalam dunia mitis manusia belum merupakan seorang individu (subyek) yang bulat, ia dilanda oleh gambaran-gambaran dan perasaan-perasaaan ajaib, seolah-olah ia diresapi oleh roh-roh dan daya-daya dari luar. Ia terpesona oleh dunia ajaib, penuh teka-teki tentang kesuburan, hidup dan mati, pertalian suku. Mau tidak mau ia harus mengakui bahwa sesuatu berada hingga sampai pada puncaknya yaitu sesuatu itu ada.           
Pada tahap mitis ada dua hal yang sangat berlawanan yaitu mitos religius dan praktek magi. Dalam kehidupan manusia primitive magi memainkan peranan besar. Dalam, dunia mitos manusia mengaraahkan pandangannya dari dunia ini kepada dunia yang penuh kekuasaan yang tinggi, dalam magi manusia bertitik tolak dari dunia penuh kekuasaan. Atau lebih sederhana mitos lebih mirip dengan pujaan religius sedang magi lebih condong menguasai lewat beberapa kepandaian. Magi mau menangkis mara bahaya, mempengaruhi daya-daya kekuatan alam, menguasai orang-orang yang mau membunuh orang lain dengan menusuk-nusuk gambarnya.

PERKEMBANGAN KEBUDAYAAN
Kebudayaaan diartikan sebagai manifestasi kehidupan setiap orang atau kelompok orang-orang yang selalu mengubah alam. Kebudayaan merupakan semacam sekolah di mana manusia dapat belajar, manusia tidak hanya bertanya tetapi juga bagiamana harus menyikapi segala sesuatu yang ada dan terjadi di alam. Sebuah batu batui menjadi tantangan bagi pemahat, banjir menjadikan manusia harus berpikir bagaimana mengantisipasi, udara dingin mendorong manusia membuat baju dari bahan-bahan yang dapat melindungi tubuh dari kedinginan.
Manusia juga tidak bertopang dagu dengan atau membiarkan dirinya hanyut dengan proses-proses alam, bisa jadi manusia melawan arus dalam artian tidak hanya mengikuti arus alam, tetapi juga mengikuti kata hati. Salah satu tindakan  mengikuti kata hati adalah dengan menilai serta mengevaluasi alam sekitarnya serta alam manusia sendiri. Dalam mengevaluasi alam bukan hanya terbatas pada sesuatu yang sifatnya rohani, misalnya ilmu pengetahuan, kesadaran moril, keyakinan, religius, kesadaran sosial dan ilmu kemasyarakatan. Lebih dari pada itu manusia juga mengevaluasi norma-norma serta perubahan baik jasmaniah maupun alamiah.

BAGAN TIGA TAHAP
Tiga tahap yang dimaksud pada bagian ini adalah tahap mitis, tahap ontologis, dan tahap fungsional. Tahap mitis ialah sikap manusia yang merasakan dirinya terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di sekitarnya, yaitu kekuasaan dewa-dewa alam raya atau kekuasaan kesuburan. Tahap ontologis adalah sikap manusia yang tidak lagi dalam kepungan kekuasaan mitis, melainkan secara bebas ingin meneliti segala hal ihwal, dalam tahap ini manusia mulai mengambil jarak terhadapn segala sesuatu yang dirasakan mengepung manusia. Pada tahap ini manusia mulai menyusun suatu ajaran atau teori mengenai dasar hakekat segala sesuatu dan segala sesuatu menurut perinciannya.

STRATEGI KEBUDAYAAN
Dari ketiga tahap tersebut baik mitis,ontologis, maupun fungsional bukan merupakanbagian yang terpisah-pisah. Manusia primitif dengan dongeng-dongeng mitisnya juga dapat mendekati sesuatu secara fungsional. Sebaliknya masyarakat yang berada pada masa modern tidak lepas dari unsur-unsur magis serta masih dapat dipengaruhi oleh mitos-mitos. Sejarah kebudayaan manusia tidak dengan sendirinya memperlihatkan suatu garis yang menanjak yang akhirnya mengharuskan manusia mengatur strategi kebudayaannya.


0 comments:

Post a Comment