TUGAS
KONTEKS WACANA
Diserahkan tanggal 15 April 2013
Yovi Ersariadi
17355/2010
NK R Sastra Indonesia
Jurusan
Bahasa dan sastra Indonesia dan Daerah
Fakultas
Bahasa dan Seni
Universitas
Negeri Padang
2013
KONTEKS WACANA
1.
Pengertian Konteks Wacana
Berbicara
tentang wacana selalu berkaitan dengan konteks, seperti dikatakan oleh Sudaryat
(2009:141) bahwa konteks merupakan ciri-ciri alam di luar bahasa yang
menumbuhkan makna pada ujaran atau wacana (lingkungan nonlinguistik dari
wacana). Menurut Kleden dalam Sudaryat (2009:141) menjelaskan bahwa konteks
adalah ruang dan waktu yang spesifik yang dihadapi seseorang atau kelompok
orang. Konteks menjadi penting kalau dihayati secara tektual sehingga menjadi
terbuka untuk pembaca dan penafsiran oleh siapa saja.
Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan
menjadi lingkungan atau situasi penggunaan bahasa. Konteks tersebut dapat
berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa konteks ekstralinguistik.
Konteks linguistik adalah konteks yang berupa unsur-unsur bahasa. Konteks
linguistik itu mencakup penyebutan depan, sifat kata kerja, kata kerja bantu,
dan proposisi positif. Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan
berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup konteks ujaran
yang meliputi praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar,
saluran, dan kode.
Dalam menganalisis wacana sasaran utamanya bukan pada
struktur kalimat tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks,
baik itu konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik. Konsep konteks
mencakup pula dunia sosial dan psikologis yang dimanfaatkan oleh pemakai
bahasa. Hal tersebut melibatkan keyakinan dan praduga pemakai bahasa terhadap
latar temporal, sosial, spasial, aksi, tingkat pengetahuan, dan kepedulian
dalam interaksi sosial.
Oleh karena itu, apapun bentuk dan sifat wacana yang
dipergunakan, pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat
menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan
kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa
baik konteks linguistik maupun konteks ekstralinguistik.
Menurut Brown dan Yule (1983) dalam menganalisis wacana
seharusnya menggunakan pendektan pragmatik untuk memahami pemakaian bahasa.
Unsur bahasa yang paling jelas memerlukan informasi kontekstual adalah
bentuk-bentuk diektis, seperti di sisni, sekarang, saya, kamu, ini dan itu.
Untuk menafsirkan bentuk-bentuk deiksis, analisis wacana bahasa Indonesia
perlu mengetahui siapa penutur dan pendengarnya, waktu dan ujaran itu. Pada
bagian ini akan membahas beberapa konsep yang berkaitan dengan konteks wacana
yang diperlukan dalam analisis wacana., seperti praanggapan, implikatur, dan
informasi lama dan baru.
Menurut
Halliday dan Hasan (1985:5) yang dimaksudkan konteks wacana adalah teks yang
menyertai teks lain. Pengertian hal yang menyertai teks itu meliputi tidak
hanya yang dilisankan dan tuliskan, tetapi termasuk pula kejadian-kejadian
nonverbal lainnya keseluruhan lingkungan teks itu.
Contoh:
a. Penutur adalah rekan
dari Anton, sedangkan pendengar rekannya yang lain. Ketika sore itu ada 3 orang
remaja sedang berjalan di taman. Tiba-tiba datanglah seorang preman menghampiri
mereka denagn bermaksud untuk memalak. Ada salah seorang dari remaja itu berani
melawan pemalak tersebut dan berhasil membuat pemalak itu kabur. Salah satu
dari rekannya berkata: “ Anton memang pemberani !”
b. Malam itu ada seorang
laki-laki berjalan dengan dua rekannya yang perempuan. Tiba-tiba turun hujan
yang sangat lebat. Merekapun berteduh di emper sebuah toko. Tiba-tiba ada
sekelebat bayangan putih. Tiba-tiba rekan laki-lakinya itu langsung bersembunyi
di balik rekan perempuannya. Salah seorang rekan perempuannya berkata: “ Anton
memang pemberani!”
Jadi, konteks wacana adalah konteks yang menyertai sebuah
wacana, yaitu: 1) tempat dan waktu (setting),
pengguna bahasa (participants), topik
pembicaraan (content), tujuan (purpose), nada (key), media/saluran (channel).
Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa konteks
ekstralinguistik.
2.
Unsur-unsur Konteks
Mengutip pendapat Hymes, Brown (1993:89) menyebutkan bahwa
komponen-komponen tutur yang merupakan ciri-ciri konteks, ada delapan macam,
yaitu penutur (addresser), pendengar (addressee), pokok pembicaraan (topic),
latar (setting), penghubung bahasa lisan dan tulisan (channel), dialek/stailnya
(code), bentuk pesan (message), dan peristiwa tutur (speech event).
a.
Penutur (addresser) dan Pendengar (addressee)
Penutur
dan pendengar yang terlibat dalam peristiwa tutur disebut partisipan. Berkaitan
dengan partisipan, yang perlu diperhatikan adalah latar belakang (sosial,
budaya, dan lain-lain). Mengetahui latar belakang partisipan (penutur dan
pendengar) pada suatu situasi akan memudahkan untuk menginterpretasikan
penuturnya. Makna wacana tertentu akan mempunyai makna yang berbeda jika
dituturkan oleh penuturyan yang berbeda latar belakang, minat, dan
perhatiannya. Perhatikan contoh di bawah ini.
Contoh:
Operasi harus segera diselenggarakan.
Maksud
ujaran itu akan segera dapat dipahami manakala kita tahu si penuturnya. Jika
penuturnya seorang dokter, ujaran itu bermakna ‘pembedahan’; jika yang bertutur
seorang ahli ekonomi, maknanya bisa jadi ‘dropping bahan makanan ke pasar’;
jika yang berbicara penjahat, mungkin artinya ‘ perampokan atau pencurian’; dan
jika yang berbicara polisi, maknanya berubah menjadi ‘razia’. Jadi makna wacana
ditentukan oleh siapa pebuturnya. Di samping itu, makna yang terkandung dalam
wacana juga sangat bergantung pada pendengarnya.
Contoh:
Kulitmu halus sekali
Jika
ujaran itu diucapkan kepada anak perempuan berumur lima tahun atau perempuan
muda berumur dua puluh tahun atau seorang nenek yang berumur tujuh puluh tahun,
akan mempunyai pengertian yang berbeda-beda. Kepada anak berumur lima tahun aau
gadis dua puluh empat tahun, mungkin ujaran itu dia tafsirkan sebagai pujian
sedangkan jika pendengarnya nenek berumur delapan puluh tahun maka akan
itafsirkan sebagai penghinaan.
b.
Topik Pembicaraan
Dengan
mengetahui topik pembicaraan, pendengar akan sangat mudah memahami isi
wacana, sebab topik pembicaraan yang berbeda akan menghasilkan bentuk
wacana yang berbeda pula. Di samping itu, partisipan tutur akan menangkap dan
memahami makna wacana berdasarkan topic yang sedang dibicarakan.
Contoh:
Kata banting
Dalam
sebuah wacana akan bervariatif maknanya, bergantung pada topik pembicaraannya.
Dalm bidang eonomi mungkin berarti’ kemurahan harga’; jika topiknya olah raga
yudo tentulah maknanya’mengangkat seseorang dan menjatuhkannya dengan cepat’.
c.
Latar Perstiwa
Faktor
lain yang mempengaruhi makna wacana adalah latar peristiwa. Latar peristiwa
dapat berupa tempat, keadaan psikologis partisipan, atau semua hal yang
melatari terjadinya peristiwa tutur. Tempat lebih banyak berpengaruh pada
peristiwa tutur lisan tatap muka sedangkan keadaan psikologis partisipan
disamping berpengaruh pada peristiwa tutur lisan juga banyak berpengaruh
pada peristiw tutur tulis. Di pasar, orang akan menggunakan bahasa dengan di
msjid atau gereja;dala situasi resmi berbeda dengan situasi tidak resmi.
Contoh:
1. Seorang pembeli di pasar
menawarbarang dengan menggunakan bentuk wacana resmi dan baku.
Wahai,
Nona! Berapa gerangan harga sekilo gula ini, Nona?
2. Seorang menteri ketika
berpidato dalam situasi resmi. Menyambut peringatan Hari Ibu, mengunakan bentuk
wacana sebagai berikut.
Sodara,
Sodara! Sampean tau to, hari ini hari ibu? Kalo nggak tahu, ya kebacut gitu
aja. Wong sekarang kita
mempringatinya meskipun dalam situasi krismon.
d.
Penghubung
Penghubung
adalah medium yang dipakai untuk menyampaikan topik tutur. Untuk menyampaikan
informasi, seorang penutur dapat mepergunakan penghubung dengan bahasa lisan
atau tulisan. Ujaran lisan dapat dibedakan berdasarkan sifat hubungan
partisipan tutur, yaitu langsung dan tida langsung. Hubungan langsung terjadi
dalam dialog tanpa perantara sedangkan tidak langsung terjadi denan perantara
misalnya telepon. Di samping itu, ujaran lisan dapat pula dibedakan
menjadi ragam resmi dan tidak resmi.
Ujarn
tulis merupakan sarana komunikai dengan menggunakan tulisan sebagai
perantaranya. Jenis sarana seperti ini dapat berwujud seperti surat,
pengumuman, undangan, dan sebagainya. Pemilihan penghubung tergantung pada
beberapa faktor, yaitu kepada siapa ia berbicara, dalam situasi bagaimana
(dekat atau jauh). Jika dekat tentu dapat secara lisan, tetapi jika jauh harus
secara tulisan.
e.
Kode
Kode
dapat dipilih antara salah satu dialek bahasa yang ada. Atau bisa juga memakai
salah satu register (ragam) bahasa yang paling tepat dalam hal itu. Akanlah
sangat ganjil jika ragam bahasa baku dipakai untuk tawar-menawar barang di
pasar. Juga terasa aneh jika ragam nonbaku dipakai berkhotbah di masjid atau
gereja.
f.
Bentuk Pesan
Pesan
yang hendak disampaikan haruslah tepat, karena bentuk pesan bersifat
fundamental dan penting. Banyak pesan yang tidak sampai kepada pendengar
karena. Jika pendengarnya bersifat umum dan dari berbagai lapisan masyarakat
maka harus dipilih bentuk pesan yang bersifat umum, sebaliknya jika
pendengarnya kelompok yang bersifat khusus atau hanya dari satu lapisan
masyarakat tertentu bentuk pesan haruslah bersifat khusus. Isi dan bentuk pesan
harus sesuai karena apabila keduanya tidak sesuai maka pesan atau informasi
yang disampaikan akan susah dicerna pendengar.
Contoh:
Menyampaikan
informasi tentang ilmu pasti, harus berbeda dengan menyampaikan uraian tentang
sejarah.
g.
Peristiwa Tutur
Peristiwa
tutur yang dimaksud disini adalah peristiwa tutur tertentu yang mewadahi
kegiatan bertutur. Misalnya pidato, sidang pengadadilan, dan sebagainya. Hymes
(1975:52) menyatakan bahwa peristiwa tutur sangat erat hubungannya dengan latar
peristiwa, dalam pengertian suatu peristiwa tutur tertentu akan terjadi dalam
konteks situasi tertentu. Sesuai dengan konteksnsituasinya, suatu peristiwa
tutur mungkin akan lebih tepat diantarkan dengan bahasa yang satu sedangkan
peristiwa tutur yang lain lebih cocok diantarkan dengan bahasa yang lain.
Peristiwa tutur tersebut dapat menentukan bentuk dan isi wacana yang akan
dihasilkan. Wacana yang dipersiapkan untuk pidato akan berbeda bentuk dan
isinya dengan wacana untuk seminar.
1 comments:
Terima kasih. Tulisan ini sangat membantu saya dalam mengerjakan tugas kuliah.
Post a Comment