TUGAS
SEMANTIK
“Makna
dan Jenis Makna”

OLEH:
YOVI
ERSARIADI
17355/2010
SASTRA
INDONESIA
FAKULTAS
BAHASA DAN SENI
UNIVERSITAS
NEGERI PADANG
2012
DAFTAR
ISI
Kata
pengantar……………………………………………………………………… 1
Daftar
isi……………………………………………………………………………..2
Pendahuluan…………………………………………………………………………3
Latar belakang……………………………………………………………….3
Fokus masalah……………………………………………………………….3
Rumusan masalah……………………………………………………………3
Tujuan penelitian……………………………………………………………4
Pembahasan…………………………………………………………………………..5
Hakikat Makna……………………..……………………………………….5
Jenis Makna………………………..………………………………………..6
Penutup……………………………………………………………………………..13
Kesimpulan…………………………………………………………………13
Saran……………………………………………………………………….13
Daftar
pustaka……………………………………………………………………..14
KATA
PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan atas
segala rahmat dan hidayah Allah SWT, sehingga tugas makalah ini dapat diselesaikan
dengan baik. Makalah ini membahas tentang Makna dan Jenis Makna dalam mata
kuliah Semantik.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada
pembimbing sekaligus dosen kami dalam mata kuliah Semantik, bapak Prof. Dr.
Ngusman Abdul Manaf, M.Hum.. Kemudian, kepada seluruh yang terkait dalam
penulisan tugas ini.
Akhirnya, penulis menyadari bahwa
sanya tugas ini masih terdapat banyak kesalahan, baik dalam penulisan maupun
isi, untuk itu penulis sangat mengharapakan kritik dan saran dari pembaca.
Penulis mengharapkan tugas ini dapat memberikan manfaat.
Padang,
16 September 2012
Penulis
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Bahasa
pada dasarnya digunakan untuk berbagai kegiatan dan keperluan dalam kehidupan
bermasyarakat, maka makna bahasa pun sangat bermacam-macam bila dilihat dari
beberapa kriteria dan sudut pandang.
Sebuah kata, misalnya buku,
terdiri atas unsur lambang bumyi yaitu [b-u-k-u] dan konsep atau citra mental
benda-benda (objek) yang dinamakan buku. Menurut Ogden dan Richards
(1923), dalam karya klasik tentang “teori semantik segi tiga” , kaitan antara
lambang, citra mental atau konsep, dan referen atau objek dapat dijelaskan
dengan gambar dan uraian sebagai berikut.
Makna kata buku adalah konsep
buku yang tersimpan dalam otak kita dan dilambangkan dengan kata buku. Gambar
di samping menunjukkan bahwa di antara lambang bahasa dan konsep terdapat
hubungan langsung, sedangkan lambang bahasa dengan referen atau objeknya tidak
berhubungan langsung
(digambarkan dengan garis putus-putus) karena harus melalui
konsep. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semantik mengkaji makna tanda
bahasa, yaitu kaitan antara konsep dan tanda bahasa yang melambangkannya.
Dalam analisis semantik juga harus
disadari, karena bahasa itu bersifat unik, dan mempunyai hubungan yang sangat
erat dengan masalah budaya maka, analisis suatu bahasa hanya berlaku untuk
bahasa itu saja, tetapi tidak dapat digunakan untuk menganalisis bahasa lain.
Umpamanya, kata ikan dalam bahasa Indonesia merujuk pada jenis binatang
yang hidup dalam air dan biasa dimakan sebagai lauk; dan dalam bahasa Inggris
separan dengan fish. Tetapi kata iwak dalam bahasa Jawa bukan
hanya berarti ‘ikan’ atau ‘fish’, melainkan juga berarti daging yang digunakan
sebagai lauk.
Maka
dari itu, makalah ini akan menjelaskan hakikat makna dan jenis-jenis makna.
2.
Fokus
Masalah
Fokus
masalah makalah ini adalah hakikat makna
dan jenis makna.
3.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
fokus masalah di atas, penulis melihat ada beberapa masalah yang dapat
dirumuskan sebagai masalah penelitian, yaitu:
1. “Apakah
yang dimaksud dengan makna?”
2. “Apakah
jenis-jenis makna?”
4.
Tujuan
Penilitian
Sesuai
dengan rumusan masalah diatas maka makalah ini bertujuan untuk menjelaskan hakikat
makna dan jenis-jenis makna.
PEMBAHASAN
1. Hakikat Makna
Menurut teori yang dikembangkan dari
pandangan Ferdinand de Saussure, makna adalah ’pengertian’ atau ’konsep’ yang
dimiliki atau terdapat pada sebuah tanda-linguistik. Menurut de Saussure,
setiap tanda linguistik terdiri dari dua unsur, yaitu (1) yang diartikan
(Perancis: signifie, Inggris: signified) dan (2) yang mengartikan
(Perancis: signifiant, Inggris: signifier). Yang diartikan (signifie,
signified) sebenarnya tidak lain dari pada konsep atau makna dari
sesuatu tanda-bunyi. Sedangkan yang mengartikan (signifiant atau signifier)
adalah bunyi-bunyi yang terbentuk dari fonem-fonem bahasa yang bersangkutan.
Dengan kata lain, setiap tanda-linguistik terdiri dari unsur bunyi dan unsur
makna. Kedua unsur ini adalah unsur dalam-bahasa (intralingual) yang
biasanya merujuk atau mengacu kepada sesuatu referen yang merupakan unsur luar-bahasa
(ekstralingual). Yang menandai (intralingual) yang ditandai (ekstralingual).
Makna adalah hubungan antara
lambang bunyi dengan acuannya. Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus
yang diperoleh pemeran dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil
belajar yang dimiliki.
Dalam bidang semantik istilah yang
biasa digunakan untuk tanda-linguistik itu adalah leksem, yang lazim
didefinisikan sebagai kata atau frase yang merupakan satuan bermakna
(Harimurti, 1982:98). Sedangkan istilah kata,yang lazim didefinisikan sebagai
satuan bahasa yang dapat berdiri sendiri yang dapat terjadi dari morfem tunggal
atau gabungan morfem (Harimurti, 1982:76) adalah istilah dalam bidang gramatika.
Dalam makalah ini kedua istilah itu dianggap memiliki pengertian yang sama.
Yang perlu dipahami adalah tidak
semua kata atau leksem itu mempunyai acuan konkret di dunia nyata. Misalnya
leksem seperti agama, cinta, kebudayaan, dan keadilan tidak dapat ditampilkan
referennya secara konkret. Di dalam penggunaannya dalam pertuturan, yang nyata
makna kata atau leksem itu seringkali, dan mungkin juga biasanya, terlepas dari
pengertian atau konsep dasarnya dan juga dari acuannya. Misal kata buaya
dalam kalimat (1).
(1). Dasar buaya, ibunya sendiri ditipunya.
Oleh karena itu, untuk menentukan
makna sebuah kata apabila kata itu sudah berada dalam konteks kalimatnya. Makna
sebuah kalimat baru dapat ditentukan apabila kalimat itu berada di dalam
konteks wacananya atau konteks situasinya. Contoh, seorang ibu setelah
memeriksa buku rapor anaknya dan melihat angka-angka dalam buku rapor itu
banyak yang merah, berkata kepada anaknya dengan nada memuji.
(2). ”Rapormu bagus sekali, Nak!”
Jelas, ibu tersebut tidak bermaksud
memuji walaupun nadanya memuji. Dengan kalimat itu dia sebenarnya bermaksud
menegur tau mungkin mengejek anaknya itu.
2. Jenis Makna
Ada
sejumlah orang melakukan klarifikasi makna satuan bahsa, antara lain Leech
(1976), Pateda (1985), chaer (1995). Leech mengelompookan makna menjadi tujuh
bagian , yaitu: 1. Makna konseptual, 2. Makna konotatif, 3. Makna stilistika,
4. Makn afektif, 5. Makn reflektif, 6. Makna kolokatif, dan 7. Makna tematik.
Dijelaskan pula bahwa makna konotatif, makna stilistika, makna afektif, makna
reflektif, dan makna kolokatif merupakan bagian dari kelompok besar, yaitu makn
asosiatif. Atas dasar konsep itu Leech menyederhanakan pengelompokkan tipe
makna menjadi dua, yaitu makna konseptual dan makna asosiatif.
Pateda
(1986) mengelompokkan tipe makna menjadi 25, yaitu: 1. Makna afektif, 2. Makna
denotatif, 3. Makna deskriptif, 4. Makna ekstensi, 5. Makna emotif, 6. Makna
gereflekter, 7. Makna idesional, 8.makna intensi, 9. Makna,
10. Gramatikal, 11. Makna kiasan, 12. Makna kognitif, 13. Makna
kolokasi, 14. Makna konotatif, 15., 16. Makna konstruksi, 17. Leksikal 18. Makna luas, 19. Makna
piktorial, 20. Makna proposisional, 21.
Makna pusat, 22. Makna referensial, 23. Makna sempit, 24. Makna
stilistika, 25. Makna tematis.
Chaer
(1995: 59-78) mengelompokkan tipe makna, 1. Makna leksikal, 2. Makn gramatikal,
3. Makna referensial, 4. Makna
nonreferensial, 5. Makna denotatif, 6. Makna konotatif, 7. Makna kata, 8. Makna istilah, 9. Makna asosiatif, 10.
Makna kolokatif, 11. Makna reflektif, 12.
Makna idiomatik, 13. Makan peribahasa, 14. Makna ungkapan, 15. Makna
konseptual, 16. Makna kias. Pengelompokkan tipe makna yang disampaikan oleh
Chaer lebih sederhana dibandingkan penngelompokkan tipe makna yang di lakukan
oleh Pateda. Akan tetapi, pengelompokkan ini masih mengalami timpang tindih,
misalnya makna asosiatif dan makna kiasan, makna peribahasa dan makna ungkapan,
bukankah makna asosiatif itu sudah mencakupi makna kiasan, dan makna peribahasa
sudah mencakupi makna ungkapan.
Atas
dasar tinjauan kritis terhadap tipe makna itu, tipe makna satuan bahasa
dikelompokkan, yaitu: 1. Makna leksikal, 2. Mkana gramatikal, 3. Makna
referensial, 4. Makna nonreferensial, 5.
Makna denotatif,6. Makna konotatif, 7. Makna kata (makna umum), 8. Makna
istilah (makna khusus), 9. Makna idiomatik, dan 10. Makna kias. Makna asosiatif, ungkapan , dan
peribahasa yang diungkapkan oleh Leech,
Pateda, dan Chaer itu sudah diwakili oleh makna kias. Makna konseptual itu
sudah tercakup dalam makna denotatif. Sepuluh jenis makna itu dan dasar
pengelompokkannya akan diuraikan berikut ini.
1.
Makna Leksikal dan Makna Gramatikal
Berdasarkan
terbentuknya, tipe makna dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu makna leksikal
dan makna gramatikal. Leksikal adalah bentuk adjektif yang diturunkan dari
bentuk nomina leksikon. Satuan dari leksikon adalah leksem, yaitu satuan bentuk
bahasa yang bermakna. Kalau leksikon kita samakan dengan kosakata atau
perbendaharaan kata, maka leksem dapat kita persamakan dengan kata. Dengan demikian,
makna leksikal dapat diartikan sebagai makna yang bersifat leksikon, bersifat
leksem, atau bersifat kata. Lalu, karena itu, dapat pula dikatakan makna
leksikal adalah makna yang sesuai dengan referennya, makna yang sesuai dengan
hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam
kehidupan kita (Chaer, 1994). Umpamanya kata tikus makna leksikalnya adalah
sebangsa binatang pengerat yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit tifus.
Makna ini tampak jelas dalam kalimat Tikus itu mati diterkam kucing,
atau Panen kali ini gagal akibat serangan hama tikus.
Makna
leksikal biasanya dipertentangkan dengan makna gramatikal. Kalau makna leksikal
berkenaan dengan makna leksem atau kata yang sesuai dengan referennya, maka
makna gramatikal ini adalah makna yang hadir sebagai akibat adanya proses
gramatika seperti proses afiksasi, proses reduplikasi, dan proses komposisi
(Chaer, 1994). Proses afiksasi awalan ter- pada kata angkat dalam kalimat Batu
seberat itu terangkat juga oleh adik, melahirkan makna ’dapat’, dan dalam
kalimat Ketika balok itu ditarik, papan itu terangkat ke atas melahirkan
makna gramatikal ’tidak sengaja’. Makna satuan bahasa itu muncul setelah
satuanbahasa itu diletakan dalam konteks kalimat.
2.
Makna Referensial dan Makna Nonreferensial
Berdasarkan ada atau tidaknya referen (acuan)suatu
satuan bahasa, makna satuan bahasa dapa dikelompokkan menjadi makna referensial
dan makna nonreferensial. Makna referensial adalah makna satuan bahasa sesuai
dengan referen (acuan) satuan bahasa itu. Djajasudarma (1993:23) menyatakan
bahwa hubungan referensial adalah hubungan antara satuan bahasa dengan referen
atau acuannya yang berupa dunia nyata. Satu bahas yang mempunyai makna
referensial umumnya berupa kata-kata penuh (full word). Contoh: kuda, mengacu pada binatang berkaki
empat, pemakan rumput, dan larinya cepat. Fungsinya untuk tunggangan atau
menarik bendi.
Makna nonreferensial adalah makna satuan bahasa yang
tidka berdasarkan pada referen tertentu atau makna satuan bahasa yang tidak berdasarkan
acuan tertentu. Kata- kata seperti di,
ke, dari, dari pada, dan, ata, tetapi, sebab, karena, ketika, untuk, -lah,
-kah, -tah, pun, dan bentuk-bentuk afiksasi lainnya, adalah satuan bahasa
yang tidak memiliki acuan atau referen.
3. Makna
Denotatif dan Makna Konotatif
Berdasarkan ada atau tidak adanya
nilai rasa dalam satuan bahasa, makna dapat dikelompokkan menjadi makna
denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah makna satuan bahasa yang
sesuai dengan acuannya tanpa mengandung nilai rasa, baik nilai rasa positif
maupun negatif. Dengan kata lain, makna denotatif adalah makna satuan bahasa
sesuai dengan acuannya yang dapat kita amati dan kita rasakan dengan indra
kitatanpa disertai dengan nilai rasa, baik nilai rasa positif atau negatif. Jadi, makna denotatif ini menyangkut
informasi-informasi faktual objektif. Oleh karena itu, makna denotasi sering
disebut sebagai ’makna sebenarnya’(Chaer, 1994). Umpama kata perempuan
dan wanita kedua kata itu mempunyai dua makna yang sama, yaitu ’manusia
dewasa bukan laki-laki’.
Makna
konotatif adalah makna satuan bahasa ynag didasarkan oleh nilai rasa, baik
positif ataupun negatif, yang terkandung dalam satuan bahasa. Jika tidak memiliki nilai rasa maka dikatakan tidak memiliki
konotasi. Tetapi dapat juga disebut berkonotasi netral. Makna konotatif dapat
juga berubah dari waktu ke waktu. Misalnya kata ceramah dulu kata ini
berkonotasi negatif karena berarti ’cerewet’, tetapi sekarang konotasinya
positif. Semua leksem memiliki makna
denotatif tapi belum tentu memiliki makna konotatif.
4. Makna Kias
Makna kias
adalah makna satuan bahsa yang ada di balik makn harfiah. Makna harfiah adalah
makna satuan bahsa sesuai dengan makna leksikal dan makna gramatikal satuan
bahasa itu. Jadi makna kias adalah makna makna yang tidak persis sama dengan
makna denotasi. Makna kias ini terbentuk dariproses perbandingan, pengumpamaan,
dan metafora.ciri utama dari makna kias adalah selalu dibentuk dengan
perbandingan, baik perbandingan eksplisit, maupun perbandingan implisit.
Dalam kehidupan sehari-hari,
penggunaan istilah arti kiasan digunakan sebagai oposisi dari arti sebenarnya.
Oleh karena itu, semua bentuk bahasa (baik kata, frase, atau kalimat) yang
tidak merujuk pada arti sebenarnya (arti leksikal, arti konseptual, atau arti
denotatif) disebut mempunyai arti kiasan. Jadi, bentuk-bentuk seperti puteri
malam dalam arti ’bulan’, raja siang dalam arti ’matahari’.
5. Makna Idiomatik
Makna idiomatik adalah makna satuan
bahasa yang tidak dapat ditelusuri berdasarkan makna leksikal dan makna
gramatikal leksem yang membentuknya. Untuk menmgetahui makna satuan bahasa yang
bermakna idiomatik orang harus menghafal makna satuan bahasa itu sebagaimana
pemilik bahasa itu memakainya. Satuan bahasa yang bermakna disebut idiom.
Misalnya kata “meja hijau” memiliki makna idiomatik yaitu “pengadilan”.
Ada kemiripan makna idiomatik dengan
makna kias, yaitu kedua makna itu sama-sama tidak dapat ditelusuri atas makna
leksikal dan makna gramatikal leksem yang membentuknya. Meskipun mirip, makna
idiomatik dan makna kias berbeda. Makna idiomatik tidak dibentuk oleh
perbandingan.
Hubungan idiom, kiasan,
peribahasa,metafora, dan ungkapan. Idiom adalah satuan bahasa yang maknanya
tidak dapat ditelusuri atas makna leksikal dan makna gramatikal leksem yang
membentuknya dan tidak ada unsur pembandingan. Kiasan adalah satuan bahasa yang
maknanya tidak dapat ditelusuri dari makna leksikal leksem yang membentuknya
dan mengandung unsur pembandingan. Peribahasa adalah satuan bahasa yang berisi pikiran
yang berhikmahyang isi atau makna satuan bahasa itu disampaikan secara kias
(perbandingan) sehingga makna satuan bahasa itu tidak dapat ditelusuri
berdasarkan makna leksikal dan makna gramatikal yang membentuknya. Jadi,
peribahasa adalah satuan bentuk kiasan. Metafora adalah cara atau gaya
amembandingkan dalam rangka membentuk makkna kias. Ungkapan adalah wujud
pengekspresian gagasan dan perasaan. Oleh karena itu, gagasan dan perasaan
seseorang dapat diiungkapkan dalam bentuk idiom atau kiasan yang didalamnya
tercakup peribahasa.
6. Makna Kata dan
Makna Istilah
Berdasarkan
keakuratan makna dan lingkungan pemakainnya, makna dapat dikelompokkan menjadi
makna kata dan makna istilah. Makna kata adalah makna satuan bahasa sebagaimana
yang diberikan atau yang diketahui oleh orang awam yang biasanya makna itu
bersifat umum dan kurang akurat. Kata dipakai oleh semua orang dari berbagai
profesi ndan digunakan diberbagai bidang kegiatan untuk komunikasi sehari-hari.
Sebagai kata, satuan bahasa itu bermakna sama ketika digunakan oleh orang yang
mempunyai profesi yang berbeda dan digunakan dalanm kegiatan yang berbeda.
Makna
istilah adalah makna yang berlaku dikalangan khusus atau bidang khusus, yang
mengandung pengertian yang akurat, sesuai bidang kegiatannya. Contoh, istilah
pendidikan, istilah kedokteran, istilah kriminal, dan sebagainya. Perbedaan antara makna kata dan
istilah dapat dilihat dari contoh berikut
(1) Tangannya luka kena pecahan kaca.
(2) Lengannya luka kena pecahan kaca.
Kata tangan dan lengan
pada kedua kalimat di atas adalah bersinonim atau bermakna sama. Namun dalam
bidang kedokteran kedua kata itu memiliki makna yang berbeda. Tangan
bermakna bagian dari pergelangan sampai ke jari tangan; sedangkan lengan
adalah bagian dari pergelangan sampai ke pangkal bahu.
Selain tipe-tipe makna diatas terdapat beberapa tipe makna
yang lain, yaitu:
1. Makna Konseptual dan Makna
Asosiatif
Leech (1976) membagi makna menjadi
makna konseptual dan makna asosiatif. Yang dimaksud dengan makna konseptual
adalah makna yang dimiliki oleh sebuah leksem terlepas dari konteks atau
asosiasi apa pun. Kata kuda memiliki makna konseptual ’sejenis binatang
berkaki empat yang biasa dikendarai’. Jadi makna konseptual sesungguhnya sama
saja dengan makna leksikal, makna denotatif, dan makna referensial.
Makna asosiatif adalah makna yang
dimiliki sebuah leksem atau kata berkenaan dengan adanya hubungan kata itu
dengan sesuatu yang berada di luar bahasa. Misalnya, kata melati
berasosiasi dengan sesuatu yang suci atau kesucian
PENUTUP
a.
Kesimpulan
Makna adalah hubungan antara lambang bunyi dengan
acuannya. Makna merupakan bentuk responsi dari stimulus yang diperoleh pemeran
dalam komunikasi sesuai dengan asosiasi maupun hasil belajar yang dimiliki.
Adapun jenis-jenis makna, diantaranya:
- Berdasarkan jenis semantiknya dibedakan menjadi makna leksikal dan makna gramatikal.
- Berdasarkan ada tidaknya referen pada sebuah kata atau leksem dibedakan menjadi makna referensial dan makna nonreferensial.
- Berdasarkan ada tidaknya nilai rasa pada sebuah kata atau leksem dibedakan menjadi makna denotasi dan makna konotasi.
- Berdasarkan ketepatan maknanya dibedakan menjadi makna kata dan makna istilah atau makna umum dan makna khusus.
- Berdasarkan ada atau tidak adanya hubungan (asosiasi, refleksi) makna sebuah kata dengan makna kata lain dibagi menjadi makna konseptual dan makna asosiatif.
- Berdasarkan bisa atau tidaknya diramalkan atau ditelusuri, baik secara leksikal maupun gramatikal dibagi menjadi makna idiomatikal dan peribahasa.
- Kata atau leksem yang tidak memiliki arti sebenarnya, yaitu oposisi dari makna sebenarnya disebut makna kias.
DAFTAR
PUSTAKA
http://kelasmayaku.wordpress.com/2012/03/22/jenis-makna-dalam-bahasa-indonesia/ . Diakses pada tanggal 13 September 2012.
http://bagusdewan.blogspot.com/2011/03/perubahan-makna-kata.html. . Diakses pada tanggal 13 September
2012.
http://ithasartika91.blogspot.com/2011/02/jenis-jenis-makna-menurut-abdul-chaer.html. . Diakses pada tanggal 13 September 2012.
http://sheltercloud.blogspot.com/2012/06/pengertian-semantik-hakikat-dan-jenis.html. . Diakses pada tanggal 13 September
2012.
0 comments:
Post a Comment