TUGAS 1
Hakikat Wacana dan Fungsi Bahasa
Referensi:
Eriyanto.
2009. Analisis Wacana: Pengantar Analisis Teks Media. Yogyakarta: LKIS
Printing Cemerlang
Syamsuddin A.R. 1992. Studi
Wacana: Teori-Analisis Pengajaran. Bandung: FPBS IKIP Bandung.
Diserahkan tanggal 18 Februari 2013
Yovi Ersariadi
17355/2010
NK R Sastra Indonesia
Jurusan
Bahasa dan sastra Indonesia dan Daerah
Fakultas
Bahasa dan Seni
Universitas
Negeri Padang
2013
ANALISIS WACANA
A.
Hakikat
Wacana
(wacana, teks, konteks, ko-teks)
a.
Wacana
Pengertian
wacana menurut para ahli yaitu:
1. Secara
etimologi istilah "wacana" berasal dari bahasa sansekerta wac/wak/vak,
artinya berkata berucap (Douglas, 1976:262). Bila dilihat dari jenisnya, kata wac
dalam lingkup morfologi bahasa sansekerta, termasuk kata kerja III parasmaepada
(m) yang bersifat aktif, yaitu melakukan tindakan ujar. Kata tersebut
kemudian mengalami perubahan menjadi wacana. Jadi wacana dapat diartikan
sebagai perkataan atau tuturan.
2. Sobur
Alex (2001) mengemukakan bahwa wacana adalah rangkaian ujar atau rangkaian tindak
tutur, sistematis, dalam suatu kesatuan yang koheren dibentuk oleh unsur
segmental maupun nonsegmental bahasa.
3. Menurut
Webster (1983:522), memperluas makna discourse sebagai: komunikasi kata-kata,
ekspresi gagasan-gagasan, risalah tulis, ceramah, dan sebagainya. Penjelasan
itu mengisyaratkan bahwa discourse berkaitan dengan kata, kalimat, atau
ungkapan komunikatif, baik secara lisan maupun tulisan. Istilah discourse ini
selanjutnya digunakan oleh para hali bahasa dalam kajian linguistik, sehingga
kemudian dikenal istilah discourse analysis (analisis wacana).
4. Anton
M. Moeliono (1988:334), menyatakan bahwa wacana adalah rentetan kalimat yang
berkaitan, yang menghubungkan proposisi yang satu dengan lainnya dalam kesatuan
makna. Disamping itu, wacana juga berarti satuan bahasa terlengkap, yang dalam
hierarki kebahasaan merupakan satuan gramatikal yang terbesar. Wacana dapat
direalisasikan dalam bentuk kata, kalimat, paragraf, atau karangan utuh yang
membawa amanat lengkap (Harimurti Kridalaksana, 1984:208).
5. Menurut
HG. Tarigan (1987:27) wacana adalah satuan bahasa yang paling lengkap, lebih
tinggi dari klausa dan kalimat, memiliki kohesi dan koherensi yang baik,
mempunyai awal dan akhir yang jelas, berkesinambungan, dan dapat disampaikan
secara lisan dan tertulis. Jadi, suatu kalimat atau rangkaian kalimat, dapat
disebut wacana atau bukan wacana bergantung pada keutuhan unsur-unsur makna dan
konteks yang melingkupinya.
6. Syamsuddin
(1992:5) menjelaskan pengertian wacana sebagai rangkaian ujar atau rangkaian tindak
tutur yang mengungkapkan suatu hal (subjek) yang disajikan secara teratur,
sistematis, dalam satu kesatuan yang koheren, dibentuk dari unsur segmental
maupun nonsegmental bahasa.
Dari beberapa pendapat ahli di atas
dapat disimpulkan bahwa wacana adalah satuan bahasa yang lengkap yang disajikan
secara teratur dan membentuk suatu makna.
b. Teks
Seringkali
istilah wacana atau discourse dikacaukan pengertiannya dengan teks.
Halliday dan Hasan (1976) menyatakan bahwa wacana tidak sama dengan teks.
Mereka membedakan teks sebagai suatu yang mengacu pada bahasa tulis, sedangkan
wacana pada bahasa lisan (Oetomo, 1993: 4). Sejalan dengan ini Widdowson (1979)
juga mengemukakan bahwa teks merupakan unsur permukaan yang berkaitan dengan
keutuhan (kohesi), dan wacana berada pada struktur bathin yang lebih
berkaitan dengan koherensi. Selanjutnya, Brown danYule (1996: 6) menyatakan
bahwa teks digunakan sebagai istilah teknis untuk mengacu pada rekaman verbal
suatu tindak atau peristiwa komunikasi. Fairdough (dalam Eriyanto, 2008:289)
melihat teks dalam berbagai tingkatan. Sebuah teks bukan hanya menampilkan
bagaimana suatu objek digambarkan tetapi juga bagaimana hubungan antarobjek
didefinisikan. Setiap teks pada dasarnya, menurut Firdough dapat diuraikan dan
dianalisis dari ketiga unsur tersebut.
Unsur
|
Yang
ingin dilihat
|
Representasi
|
Bagaimana
peristiwa, orang, kelompok, situasi, keadaan, atau apapun ditampilkan dan
digambarkan dalam teks.
|
Relasi
|
Bagaimana
hubungan antara wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan
digambarkan dalam teks.
|
Identitas
|
Bagaimana
identitas wartawan, khalayak, dan partisipan berita ditampilkan dan
digambarkan dalam teks.
|
c. Konteks
Secara
etimologi kata konteks berasal dari bahasa Inggris context yang berarti
(1) hubungan kata-kata (2) suasana, keadaan (Echolds dan Hassan, 1989: 143).
Dari batasan secara etimologis ini dapat ditarik kesimpulan bahwa konteks ini
pada dasarnya adalah segala sesuatu (benda, keadaan, suasana) yang berada di
sekitar wacana yang berpengaruh atau mendukung terhadap keterpahaman wacana
yang bersangkutan.
Leech
(1983) menyatakan konteks adalah segala latar belakang pengetahuan yang
dimiliki bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang menyertai dan mewadai
sebuah tuturan. Selanjutnya Schiffrin (1994) membedakan antara kontek dengan
teks dengan menjelaskan bahwa teks merupakan isi linguistik dari
tuturan-tuturan, arti semantik dari kata-kata, ekspresi, dan kalimat. Teks juga
merupakan sistem kebahasaan yang terdiri atas beberapa komponen yang saling
berhubungan dan masing-masing komponen tersebut juga mempunyai otonomi. Adapun
konteks adalah “pengetahuan”, “situasi”, dan “teks”.
Cook
(1994) membedakan pengertian konteks menjadi dua yaitu, konteks dalam
pengertian sempit dan dalam pengertian luas. Dalam pengertian sempit, konteks
mengacu pada faktor di luar teks. Sedang dalam pengertian luas, konteks dapat
didefinisikan sebagai pengetahuan yaang relevan dengan ciri dunia dan ko-teks.
Wacana
merupakan bangunan semantis yang terbentuk dari hubungan semantis antarsatuan
bahasa secara padu dan terikat pada konteks. Ada bermacam-macam konteks dalam
wacana. Wacana lisan merupakan kesatuan bahasa yang terikat dengan konteks
situasi penuturnya.
d.
Ko-teks
Ko-teks
menurut (Cooks, 1994) adalah hubungan antar wacana yang merupakan lingkungan
kebahasaan yang melingkupi suatu wacana. Dengan begitu makna ujaran ditentukan
oleh teks sebelum dan sesudahnya. Ko-teks ini dapat berwujud ujaran, paragraf,
atau wacana. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ko-teks adalah konteks
yang bersifat fisik, yakni konteks lingkungan.
Koteks
suatu kata adalah kata-kata lain yang digunakan di dalam frasa atau kalimat
yang sama. Koteks mempunyai pengaruh yang kuat dalam penafsiran makna. Mey
(1993) mendefinisikan ko-teks sebagai sebuah kalimat (tunggal ataupun ganda)
yang merupakan bagian dari teks yang (kurang lebih secara langsung)
mengelilinginya. Ko-teks dari tuturan semacam ini tidak memadai untuk memahami
kata-kata, kecuali jika mencakup sebuah pemhaman dari tindak-tindak yang
terjadi sebagai bagian dan hasil dari kata-kata tersebut. untuk memahami
tingkah laku linguistik orang, kita perlu mengetahui segala hal tentang
penggunaan bahasa mereka; yaitu, kita harus melihat lebih jauh dari sekedar
ko-teks tuturan dan memperhatikan keseluruhan lingkungan linguistik ke dalam
pandangan kita.
Hal
ini berarti bahwa kita harus memperluas visi kita dari ko-teks menjadi konteks:
Yaitu, keseluruhan dari lingkungan (bukan hanya linguistik) yang mengelilingi
produksi bahasa.
B. Wacana dan Kajian Bidang Ilmu Lainnya.
Kajian tentang wacana tidak bisa dipisahkan dengan kajian
bahasa lainnya, baik pragmatik maupun keterampilan berbahasa.
a.
Wacana dan Pragmatik
Pragmatik berhubungan dengan wacana melalui bahasa dan
konteks. Dalam hal ini dapat dibedakan tiga hal yang selalu berhubungan yaitu
sintaksis, semantik dan pragmatik. Sintaksis merupakan hubungan antar unsur,
semantik adalah makna, baik dari setiap unsur maupun makna antar hubungan
(pertimbangan makan leksikal dan gramatikal), dan pragmatik berhubungan dengan
hasil ujaran (pembicara dan pendengar atau penulis dan pembaca)
b.
Hubungan Gramatikal dan Semantik dalam Wacana
Hubungan antarproposisi yang terdapat pada wacana (kalimat)
dapat dipertimbangkan dari segi gramatika (memiliki hubungan gramatikal) dan
dari segi semantik (hubungan makna dalam setiap proposisi)
1)
Hubungan Gramatikal
Unsur-unsur gramatikal yang mendukung wacana dapat berupa.
a. Unsur yang berfungsi sebagai
konjungsi (penghubung) kalimat atau satuan yang lebih besar, seperti dengan
demikian, maka itu, sebabnya, dan misalnya.
b. Unsur kosong yang dilesapkan mengulangi apa
yang telah diungkapkan pada bagian terdahulu (yang lain) misalnya: Pekerjaanku
salah melulu, yang benar rupanya yang terbawa arus.
c. Kesejajaran antarbagian, misalnya:
Orang mujur belum tentu jujur. Orang jujur belum tentu mujur.
d. Referensi, baik endofora (anafora
dan katafora) maupun eksofora. Referensi (acuan) meliputi persona,
demonstratif, dan komparatif.
e. Kohesi leksikal. Kohesi leksikal
dapat terjadi melalui diksi (pilihan kata) yang memiliki hubungan tertentu
dengan kata yang digunakan terdahulu. Kohesi leksikal dapat berupa pengulangan,
sinonimi dan hiponimi, serta kolokasi.
f. Konjungsi. Konjungsi merupakan unsur
yang menghubungkan konjoin (klausa/kalimat) di dalam wacana.
2)
Hubungan semantik
Hubungan semantik merupakan hubungan antarproposisi dari
bagian-bagian wacana. Hubungan antarproposisi dapat berupa hubungan antar
klausa yang dapat ditinjau dari segi jenis kebergantungan dan dari hubungan
logika semantik. Hubungan logika semantik dapat dikaitkan dengan fungsi
semantik konjungsi yang berupa (1) ekspansi (perluasan), yang meliputi
elaborasi, penjelasan/penambahan, dan (2) proyeksi, berupa ujaran dan gagasan
c.
Wacana dan Keterampilan Berbahasa
Pembahasan
wacana berkaitan erat dengan pembahasan keterampilan berbahasa terutama
keterampilan berbahasa yang bersifat produktif , yaitu berbicara dan menulis.
Baik wacana maupun keterampilan berbahasa, sama-sama menggunakan bahasa sebagai
alat komunikasi
C.
Fungsi Bahasa dan Kaitannya dengan Analisis
Wacana
Secara umum fungsi utama bahasa
adalah sebagai alat komunikasi. Fungsi bahasa tersebut dikelompokkan kepada 2
kategori utama yaitu fungsi transaksional dan fungsi interaksional. Brown dan
Yule (1996: 1) menjelaskan fungsi transaksional bertujuan untuk menyampaikan
informasi faktual atau proposisional. Sedangkan fungsi interaksional bertujuan
untuk memantapkan dan memelihara hubungan sosial dan sikap-sikap pribadi.
Wacana dengan unit konversasi
memerlukan unsur komunikasi yang berupa sumber (pembicara san penulis) dan
penerima (pendengar dan pembaca). Semua unsur komunikasi berhubungan dengan
fungsi bahasa (Djajasudarma, 1994:15). Fungsi bahasa meliputi (1) fungsi
ekspresif yang menghasilkan jenis wacana berdasarkan pemaparan secara
ekspositoris, (2) fungsi fatik (pembuka konversasi) yang menghasilkan dialog
pembuka, (3) fungsi estetik, yang menyangkut unsur pesan sebagai unsur
komunikasi, dan (4) fungsi direktif yang berhubungan dengan pembaca atau
pendengar sebagai penerima isi wacana secara langsung dari sumber.
Selanjutnya Halliday (1970, 1973)
dalam Leech (1993:86) membedakan tiga fungsi bahasa atas fungsi idesional,
interpersonal, dan tekstual. Pada fungsi idesional bahasa dipakai untuk alat
pengungkap sikap penutur dan pengaruhnya pada sikap dan perilaku penutur.
Sedangkan pada fungsi tekstual bahasa difungsikan sebagai alat untuk membangun
dan menyusun sebuah teks. Lebih lanjut Halliday menjelaskan bahwa interpersonal
terdiri atas fungsi ekspresif dan informatif sebagaimana telah dikemukakan
Popper.
Pada dasarnya pengenalan terhadap
berbagai fungsi bahasa akan sangat membantu dalam penelaahan wacana. Sebaliknya
tanpa pengenalan terhadap berbagai fungsi bahasa akan dapat menjadi halangan di
dalam menginterpretasikan sebuah wacana. Seorang penganalisis wacana di dalam
menganalisis sebuah wacana harus selalu mengaitkan bentuk-bentuk bahasa yang
digunakan dengan tujuan dan fungsi di mana dan untuk apa bahasa itu digunakan
dalam wacana tersebut.
Analisis wacana pada prinsipnya
adalah analisis satuan-satuan bahasa di atas kalimat yang digunakan dalamproses
komunikasi. Untuk itu analisis tidak dapat dibatasi pada pembentukan bahasa
yang bebas dari tujuan dan fungsinya. Karena itu, wacana berkaitan erat dengan
fungsi bahasa.
0 comments:
Post a Comment